jump to navigation

yang Gelisah Akan Rezekinya 13 Juli 2011

Posted by jihadsabili in Uncategorized.
trackback

yang Gelisah Akan Rezekinya

Pernahkah Anda curhat mengenai hal yang sangat pribadi kepada orangyang BARU SAJA Anda kenal? Anda bahkan belum tahu siapa orang itu,bagaimana sifatnya, apakah dia orang baik atau jahat. Anda bahkan belumyakin apakah dia bisa memberikan solusi atas masalah Anda. PernahkahAnda bertindak seberani itu?
Saya mungkin tak akan berani, tapi Pak Cipto sudahmelangkah demikian jauh ketika kami baru berkenalan sekitar LIMA MENIT.Pria berusia 36 tahun ini sebenarnya hanya sesosok manusia sederhana.Perawakannya sedang, rambut ikal, kulit sawo matang, tinggal diSemarang bersama isteri dan seorang anaknya yang masih kecil. Pak Ciptobekerja sebagai staf marketing pada sebuah perusahaanyang memproduksi makanan kecil. Hampir setiap hari, bersama seorangsopir ia mengelilingi beberapa kota di Jawa Tengah dengan mobil box. Mereka membawa banyak makanan kecil untuk didistribusikan ke toko dan warung yang tersebar di penjuru kota.
Di sore hari, saat berada di Solo, mobilbox itu singgah di sebuah hotel murah – namun bersih – di daerahSriwedari. Di tempat inilah saya berkenalan dengan Pak Cipto, awal Juli2008 lalu. Saat itu, saya ada kegiatan di Solo dan menginap di hoteltersebut.
Pertemuan dengan Pak Cipto berlangsung di lobi hotel, sekitar jam 9malam. Sebagai awal perkenalan, obrolan kami boleh dibilang sangatstandar:
“Dari mana, Pak?”
“Sudah berapa lama menginap di sini?”
“Lagi ada keperluan apa di Solo?”
“Anak sudah berapa?”
Namun lima menit kemudian, tiba-tiba ia menatap saya dan menanyakansesuatu yang membuat saya terkejut, “Menurut Pak Jonru, apa sebenarnyatujuan hidup ini?”
Saya tertegun, tidak siap oleh pertanyaan yang demikian filosofis.Bila kami sudah akrab sejak lama, saya mungkin bisa memberikan jawabanyang gamblang. Namun saat itu, saya sama sekali belum mengenal PakCipto ini. Bila saya misalnya menjawab dari sudut pandang Islam, sayakhawatir bila ternyata dia nonmuslim. Intinya, saya ragu harus menjawabapa.
Akhirnya, sambil tersenyum kecil, saya balik bertanya, “Lho, kok bertanya seperti itu, Pak?”
“Begini, Pak, ” ujarnya. “Saya ini kan bekerja sebagai stafmarketing. Di dunia seperti ini, sudah biasa kalau saya memberikanharga Rp 1.500 ke toko, padahal harga asli dari kantor saya hanya Rp1.000. Yang Rp 500 tentu masuk ke kantong saya.”
“O, begitu, ” saya manggut-manggut. “Dan itu membuat Bapak gelisah, ya?”
“Betul. Tapi saya juga bingung. Kalau saya bekerja dengan jujur,teman-teman pasti memusuhi saya. Dianggap tidak solider. Lagipula gajisaya kan kecil. Kalau tidak berbuat seperti itu, mana cukup buatmenghidupi keluarga?”
Saya tertegun, mulai memahami permasalahannya. Intinya, Pak Ciptoini sedang gelisah akan rezeki yang dia dapatkan selama ini. Dia tahubahwa yang dia lakukan keliru, rezekinya pun tidak halal. Namun diajuga bingung bagaimana cara mengakhiri “lingkaran setan” tersebut.
Sejujurnya, saya merasa amat surprise ketika Pak Cipto memintanasehat seperti itu pada saya, sebab pada dasarnya saya bukan seorangustadz yang fasih berbicara soal agama. Karena itu, saya mencobamemberikan masukan yang sederhana saja, berdasarkan pengalaman pribadi.
“Maaf, sebelumnya saya tanya dulu. Pak Cipto ini muslim atau bukan?”
“Iya, saya Islam.”
“Oke. Kalau begitu, tentu Pak Cipta paham mengenai tujuan hidupseorang Muslim, kan? Hidup kita di dunia ini bukan untuk mencarikekayaan, namun beribadah. Dan rezeki setiap orang sudah diatur olehTuhan. Selama kita meyakini hal ini, disertai dengan ikhtiar dan doatentu saja, maka Insya Allah kita tak akan pernah kekurangan rezeki.”
Saya pun menceritakan pengalaman saya ketika nyaris tak punya uang. Namun karena saya yakin akan rezeki dariNya, maka secara ajaib rezeki itu pun datang. Subhanallah….
“Coba perbanyak saja ibadah, Pak. Semakin dengan dengan Allah, insyaAllah kita bisa lebih mudah dalam mengatasi seperti ini, ” ujar saya.
Pak Cipto manggut-manggut. Sementara saya hari itu mendapatpelajaran yang amat berharga. “Kesadaran” adalah kunci utama menujuhidayah. Orang yang tak pernah merasa bersalah atas maksiat-maksiatyang ia lakukan, biasanya akan sulit menemukan pencerahan dalamhidupnya.
Saya bersyukur, Pak Cipto ini termasuk orang yang sudah sadar.Jiwanya gelisah, ada semacam keinginan untuk berubah. Saya percaya,orang-orang seperti inilah yang hidupnya dengat dengan kebenaran.
Wallahualam:)

Komentar»

1. rafaqo - 14 Juli 2011

subahanalloh…
nice posting….


Tinggalkan komentar