jump to navigation

Hukum Mencium dan Bercumbu Dengan Isteri (Sampai Keluar Madzi & Mani) Saat Puasa Ramadhan serta Hukum Berjimak di Bulan Puasa Karena Alasan Lupa 31 Juli 2011

Posted by jihadsabili in fiqih, puasa.
1 comment so far

Hukum Mencium dan Bercumbu Dengan Isteri (Sampai Keluar Madzi & Mani) Saat Puasa Ramadhan serta Hukum Berjimak di Bulan Puasa Karena Alasan Lupa

 

BERKAITAN DENGAN SESEORANG YANG MENGGAULI ISTERINYA KARENA ALASAN LUPA

Penulis Al Ustadz Abu Zakariya Rishky Al Atsary

Terdapat dua pendapat dikalangan ulama,

Pertama,   bahwa   hukumnya   sama   dengan   makan   dan   minum,   jika dilakukan  karena  alasan  lupa.  Pendapat  ini  adalah  pendapat  mayoritas ulama.

Mereka berargumen dengan hadits-hadits diatas. Dan mengatakan bahwa, hubungan suami istri tidaklah menggugurkan puasa jika dilakukan karena lupa dianalogikan kepada makan dan minum.

Kedua,  bahwa  jima  yang  dilakukan  karena  lupa,  menggugurkan  puasa seseorang. Berbeda dengan makan dan minum.

Pendapat ini adalah mazhab imam Ahmad, dan juga merupakan pendapat Atha` dan ats-Tsauri.

Mereka  berargumen  dengan  zhahir  hadits  Abu  Hurairah  diatas.  Dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  tidak   merincikan   status   sahabat   yang   mengadukan keadaannya telah melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan, apakah dia melakukannya dengan sengaja atau karena lupa.

Yang tepat -insya Allah- adalah pendapat kedua, berdasarkan kaidah Ushuliyah  yang  menguatkan  argumentasi  zhahir  hadits  Abu  Hurairah. Bahwa  tidak  terdapatnya  perincian  status  kasus  hukum  disaat  terdapat beberapa  prediksi,  menempatkan  kasus  pada  keumumannya.  Wallahu a’lam.

(Lihat  al-Mughni  4/187-188,  Nashbur-Rayah  2/467,  al-Bada’i  2/237, Kasysyaf al-Qina’ 2/390-391 dan as-Sail al-Jarar 2/46-47)

 

 

APABILA SESEORANG MELAKUKAN HUBUNGAN DENGAN ISTERINYA NAMUN SELAIN JIMA’, SEMISAL MENCIUM DAN SELAINNYA, APAKAH MEMBATALKAN PUASANYA ATAU TIDAK ?

Yakni jikalau seseorang melakukan hubungan dengan istrinya, dan menikmati  hubungan  tersebut,  mencium  dan  mencumbu  istrinya,  tanpa melakukan  jima’  pada  siang  hari  Ramadhan. Dan  orang  tersebut  tidak dalam  keadaan  safar  atau  menderita  sakit  dan  juga  bukanlah  seseorang yang  mendapatkan  udzur  dari  syara’  hingga  dia  dibolehkan  untuk  tidak menunaikan  puasa  Ramadhan  pada  waktunya.  Apakah  puasa  orang tersebut batal ataukah tidak?

Dalam masalah ini, terdapat dua keadaan yang perlu ditinjau,

Pertama,  jikalau  hubungan  tersebut  tidak  sampai  menjadikannya  keluar mani atau madzi.

Keadaan yang kedua, jika dia sampai mengeluarkan mani atau madzi akibat hubungan tersebut.

 

TIDAK SAMPAI MENJADIKANNYA KELUAR MANI ATAU MADZI

 

Adapun keadaan yang pertama (tidak  sampai  menjadikannya  keluar mani atau madzi-red), ulama telah berbeda pendapat dalam hukum orang tersebut, dalam beberapa pendapat:

Pertama, Puasanya tidak menjadi batal. Dan dia diperbolehkan melakukan hubungan semisal mencium dan menggauli istrinya namun tidak sampai melakukan jima’.

Pendapat ini adalah pendapat Aisyah, Umar bin al-Khaththab, Abu Sa’id al-Khudri, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Hudzaifah, Ali bin Abi Thalib, Ummu Salamah, Atikah, Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, Abu Salamah  bin  Abdurrahman  bin  ’Auf,  Sa’id  bin  Jubair,  asy-Sya’bi  dan Masruq.

Dalil  sandaran  pendapat  ini  adalah  beberapa  dalil  dari  sunnah, diantaranya,

Hadist  Aisyah -radhiallahu  ’anha-,  bahwa  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  mencium  dan berhubungan  dengan  istri  beliau,  disaat  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  sedang  menjalankan puasa. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang paling sanggup mengendalikan dirinya.”

(HR. al-Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 777)

Dan juga hadits dari Aisyah -radhiallahu ‘anha-, beliau mengatakan, “Adalah  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian dari istri  beliau  disaat  beliau sedang berpuasa.”

(HR. al-Bukhari no. 1928)

Dan  hadits  Hafshah  -radhiallahu  ’anha-,  beliau  berkata,  ”Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium -istrinya- disaat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berpuasa.”

(HR. Muslim no. 1107, an-Nasa`i 2/502 dan Ibnu Majah no. 1685)

Dan  Masruq  meriwayatkan  bahwa  dia  bertanya  kepada  Aisyah  -radhiallahu  ’anha-,  ”Apakah  yang  diperbolehkan  bagi  seorang  laki-laki terhadap istrinya disaat dia sedang berpuasa?”

Aisyah menjawab, “Segala sesuatu -dibolehkan- selain jima’.”

(HR. Abdurrazzaq 4/ no. 8439 dan Ibnu Abi Syaibah 3/63)

Dan dari Atha` bin Yasar dari seseorang dari kaum Anshar, bahwa dia mengabarkan kepadanya, “Bahwa dia telah mencium istrinya di zaman Nabi r sementara dia tengah berpuasa. Lalu dia menyuruh istrinya agar bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu.”

Maka  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  ”Sesungguhnya  Rasulullah  melakukan  hal itu.”

Istri  orang  tersebut  lalu  mengabarkan  sabda  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya.  Maka suaminya  berkata,  ”Sesungguhnya  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  telah  diberi  keringanan  pada beberapa hal. Kembalilah dan tanyakan hal itu kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Istrinya lalu kembali menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebutkan perkataan suaminya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya adalah yang paling bertakwa diantara kalian dan yang paling mengetahui akan hukum-hukum Allah.”

(HR. Abdurrazzaq 4/184)

Zhahir  hadits-hadits  diatas  menunjukkan  bahwa  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  telah melakukan hal tersebut, yakni mencium dan menggauli istrinya selain jima’.

Dan  perbuatan  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan  pembolehan,  sedangkan  klaim pengkhususan hanya pada  diri  Nabi r juga  terbantahkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Atha` bin Yasar dari seseorang sahabat Anshar.

Kedua, bahwa hubungan tersebut menggugurkan puasanya.

Pendapat  ini  adalah  mazhab  ulama  Malikiyah  dan  Hanafiyah.  Serta diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Hudzaifah, Abu Qilabah, Ibnu al-Hanafiyah, Abu Rafi’, Masruq dan Ibnu Syabramah.

Mereka berdalilkan dengan beberapa dalil, diantaranya; Firman Allah ta’ala,

“Dan  sekarang  gaulilah  mereka  dan  carilah  segala  yang  Allah  telah haruskan  bagi  kalian.  Dan  makan  dan  minumlah  kalian  hingga  menjadi jelas  bagi  kalian  benarng  putih  dari  benang hitam  dari  fajar. Setelah itu sempurnakanlah puasa hingga waktu malam.” (al-Baqarah: 187)

Dan hadits Jabir bin Abdullah, dimana disebutkan bahwa Umar bin al-Khaththab berkata, “Saya telah terbawa luapan gembira hingga mencium istriku  sedangkan  saya  sedang  berpuasa.  Maka  saya  bertanya,  ”Wahai Rasulullah, saya telah melakukan sebuah dosa besar pada hari ini, saya telah mencium istriku, sedangkan saya sedang berpuasa.”

Maka  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,  ”Bagaimanakah  pendapat  anda  jika  anda berkumur-kumur dengan air disaat anda sedang berpuasa?”

Saya menjawab, “Tidak mengapa.” Beliau bersabda, “Lalu ada gerangan apa -dengan mencium istri- !?”

(HR. Abu Dawud no. 2385, Ahmad 1/21, 215, ad-Darimi no. 1724 dan Ibnu Khuzaimah no. 1999)

Dan juga dengan atsar Umar bin al-Khaththab, beliau berkata, “Saya melihat berjumpa dengan Rasulullah di saat saya mimpi di malam hari dan beliau sama sekali tidak menoleh kepadaku. Lantas saya berkata, “Wahai Rasulullah, ada apakah denganku?”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,  ”Bukankah  engkau  telah  mencium  istrimu  disaat engkau sedang berpuasa?”

Maka  saya  berkata,  ”Demi  yang mengutus  Anda  dengan  kebenaran,  saya tidak akan mencium istriku lagi setelah itu disaat saya berpuasa.”

(Disebutkan oleh Ibnu Hazm didalam al-Muhalla 4/342)

Ketiga, bahwa hubungan tersebut suatu yang makruh, secara mutlak.

Pendapat ini merupakan pendapat Imam Malik, dan juga diriwayatkan dari Sa’id  bin  al-Musayyab,  an-Nakha’i,  Abdullah  bin  al-Mughaffal,  Sa’id  bin Jubair, Urwah dan dari Ibnu Abbas.

Argumen yang dijadikan sandaran oleh ulama yang mengemukakan pendapat ketiga ini adalah hadits-hadits pada bab permasalahan ini. Dan mereka  menempuh  metode  penyelarasan  antara  hadits-hadits  itu,  bahwa kesemuanya menunjukkan hukum makruh. Wallahu a’lam.

Keempat, bahwa hubungan tersebut diperbolehkan bagi seorang yang telah berusia lanjut dan makruh bagi yang masih remaja.

Pendapat ini diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Makhul, asy-Sya’bi, Atha` bin Rabah dan az-Zuhri.

Adapun argumentasi ulama pada pendapat yang keempat ini, adalah hadits  yang  diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah  -radhiallahu  ’anhu,  beliau berkata, “Bahwa seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menggauli istri bagi seorang yang sedang berpuasa, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan baginya.  Kemudian  datang  seorang  lainnya  yang  menanyakan  hal  yang sama, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya.

Dan  ternyata  yang  mendapatkan  keringanan  adalah  seorang  yang  telah berusia lanjut, sedangkan yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam larang adalah seorang pemuda.”

(HR. Abu Dawud no. 2387)

Dan atsar Ibnu Abbas  -radhiallahu ‘anhuma- bahwa beliau ditanya tentang  hukum  mencium  istri  bagi  seorang  yang  sedang  berpuasa?Lalu beliau memberi keringanan bagi yang telah berusia lanju dan membencinya bagi seorang pemuda.

(HR. Malik didalam al-Muwaththa` 1/93)

Kelima, bahwa hubungan tersebut adalah kekhususan bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalil yang dijadikan sandaran pada pendapat ini adalah hadits ‘Amru bin  Abi  Salamah  bahwa  dia  bertanya  kepada  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,  bolehkah seseorang mencium istrinya ketika sedang berpuasa?

Maka  beliau  Shallallahu ‘alaihi wa sallamr  bersabda  kepadanya, “Tanyakanlah  kepadanya -yaitu kepada Ummu Salamah-.” Maka Ummu Salamah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu.

‘Amru bin Abi Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, dosa-dosa anda yang terdahulu dan yang akan datang telah terampuni.”

Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallamr  bersabda  kepadanya,  ”Adapun  hal  tersebut,  demi  Allah, sesungguhnya  saya  adalah  yang  paling  bertakwa  kepada  Allah  diantara kalian dan yang paling takut kepada Allah diantara kalian.” (Telah disebutkan sebelumnya)

Dan juga dengan hadits Atha` bin Yasar terdahulu.

Keenam, bahwa bagi seseorang yang dapat menahan diri dan syahwatnya maka  berciuman dan berhubungan dengan istri selain jima’ diperbolehkan baginya. Sedangkan bagi yang tidak dapat menguasai dirinya, hal semacam itu tidak diperbolehkan.

Pendapat ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam asy-Syafi’i.

Mereka berargumen dengan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- yang telah disebutkan sebelumnya, tentang seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang  hukum  menggauli  istri  bagi  seorang  yang  sedang berpuasa,  yang  kemudian  beliau  Shallallahu ‘alaihi wa sallam  memberi  keringana  kepadanya.  Dan seorang lainnya menanyakan hal yang sama, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Dan  ternyata  yang  diberi  keringanan  adalah  seorang  yang  telah  berusia lanjut, sedangkan yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam larang adalah seorang pemuda.

Mereka  mengatakan,  dikarenakan  seorang  yang  berusia  lanjut, syahwatnya telah berkurang, dan dapat mengendalikan dirinya untuk tidak tergelincir pada hal yang terlarang, berbeda halnya dengan seorang pemuda.

Pendapat yang rajih/lebih tepat -insya Allah- adalah pendapat yang pertama. Bahwa  mencium  disaat  seseorang  sedang  mengerjakan  puasa tidaklah sampai membatalkan ibadah puasa dan tidak ada kaffarah baginya dan juga tidak diharuskan mengqadha`. Baik yang melakukannya adalah seorang yang telah berusia lanjut maupun masih seorang pemuda, baik dia dapat mengontrol dirinya ataupun tidak, selama dia tidak melakukan jima’

(hubungan intim) pada kemaluan istrinya. Pendapat ini yang didukung oleh dalil-dalil syara’.

Adapun ulama yang berpendapat bahwa hal tersebut makruh, hadits-hadits yang  ada  pada  bab  ini  adalah  sanggahan  terhadap  pendapat  tersebut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya, dan tidaklah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan suatu perbuatan yang terbenci (makruh).

Sedangkan   ayat   yang   dijadikan   sandaran   oleh   ulama   yang menghukumi batalnya  puasa karena  mencium dan menggauli istri selain jima’, ayat tersebut bukanlah dalil bagi pendapat ini. Dan jikalau, inferensi ayat  tersebut  diandaikan  sesuai  pendapat  ini,  hal  itupun  hanya  sebatas menunjukkan  larangan  menggauli  istri.  Dan  kandungannya  sangatlah umum. Mencakup menggauli istri hingga jima’ dan tidak sampai melakukan jima’.   Dan   hadits-hadits   yang   shahih   diriwayatkan   dari   Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan  maksud  ayat,  bahwa  menggauli  istri  selain  jima’  tidaklah sampai membatalkan puasa.

Atsar  Umar  bin  al-Khaththab,  bahwa  beliau  bermimpi  bertemu dengan  Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam,    …  dan  seterusnya.  Al-’Allamah  Ibnu  Hazm   -rahimahullah-   telah   mencela   bentuk   argumen   semisal   ini.   Beliau mengatakan,  ”Syariat-syariat  Islam  tidaklah  disadur  dari  mimpi.  Terlebih Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah  berfatwa  kepada  Umar  disaat  beliau  sadar  dan Rasulullah r masih hidup, akan pembolehan mencium istri bagi seseorang yang  berpuasa.  Maka  termasuk  kebatilan,  jika  hukum  itu  terhapuskan hanya dengan mimpi belaka. Na’udzu billahi dari hal ini.”

Dan  beliau  -rahimahullah-  juga  mengatakan,  bahwa  pada  sanad  atsar tersebut terdapat perawi bernama Umar bin Hamzah bahwa dia perawi yang tidak dianggap sama sekali.

Hadist Jabir bin Abdillah, dapat dijawab sebagaimana perkataan anNawawi,  ” …  sabda  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,  ”Bagaimana  pendapat  anda  jika  anda berkumur-kumur?”

Makna  hadits,  bahwa  berkumur-kumur  adalah  awal  mula  minum.  Dan anda  telah  mengetahui  bahwa  berkumur-kumur  tidaklah  membatalkan puasa, maka demikian halnya dengan mencium yang merupakan awal mula jima’ juga tidak membatalkan puasa.”

Sedangkan  ulama  yang  membedakan  antara  seorang  yang  telah berusia lanjut dan seorang pemuda, yang berargumen dengan hadits Abu Hurairah, dapatlah dijawab bahwa hadits yang menjadi sandaran hukum mereka adalah hadits yang dha’if, pada sanadnya terdapat Abu al-’Anbas dia perawi yang majhul.

Imam Ibnu Hazm -rahimahullah- mengatakan, “Dan  yang  turut mendustakan  pendapat  yang  mengklaim  adanya  perbedaan,  bahwa  hal tersebut  makruh  bagi  pemuda  dan  dibolehkan  bagi  seorang  yang  telah berusia lanjut, adalah ‘Amru bin Abi Salamah seorang yang masih remaja dan dalam gejolak usia remaja beliau. Dimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan ‘Amru bin Abi   Salamah   adalah   anak   Ummu   Salamah   ummul-Mukminin.   Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya denan putri Hamzah radhiallahu ‘anhu.

Dan juga telah dikemukakan sebelumnya bahwa Aisyah -radhiallahu ‘anhatelah  menyuruh  keponakannya  untuk  mencium  istrinya  Aisyah  binti Thalhah. Dimana keponakannya saat itu masihlah remaja.”

Sedangkan  ulama  yang  berpendapat  bahwa  hal  tersebut  berlaku khusus  hanya  bagi  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,  dapat  dijawab  dengan  hadits-hadits lainnya,  semisal  hadits  Aisyah -radhiallahu  ’anha-  dan  selainnya  yang menunjukkan  pembolehan  hal  tersebut  bagi  selain  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Maka  klaim pengkhususan tersebut telah gugur dengan sendirinya.

(Lihat  didalam    al-Umm  2/84,  al-Minhaj  3/214,  al-Majmu’  6/323,  al-Muhalla 4/334-338 no. 753, al-Mughni 4/182-183, Zaad al-Ma’ad 2/57, al-Mawahib 3/331,  Kasysyaf   al-Qina’ 2/388-389,   Subul  as-Salam 2/877-879 dan Nail al-Authar 4/236-237)

 

SAMPAI MENJADIKANNYA KELUAR MANI ATAU MADZI (Tanpa Jima’)

 

Adapun keadaan yang kedua, jikalau hubungan intim tersebut, yakni mencium   atau   menggauli   istri   namun   tidak   sampai   terjadi   jima’ menyebabkan seseorang yang berpuasa tersebut mengeluarkan mani atau madzi, apakah membatalkan puasanya atau tidak?

Terdapat dua pendapat dikalangan ulama.

Pendapat sebagian besar ulama, yang juga merupakan mazhab Imam yang Empat, bahwa mencium dan menggauli istri selain jima’ hingga keluarnya mani  atau  madzi  dapat  membatalkan  puasa,  walau  mereka  berbeda pendapat hukum yang melakukan hal tersebut karena sengaja dan karena lupa.

Mereka  mengatakan,  karena  hal  tersebut  serupa  dengan  jima’. Sementara telah shahih diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman, “Dia -seorang yang berpuasa- meninggalkan makan dan minumnya serta syahwatnya karena mengharapkan pahala dariku.” Dan amalan ini melazimkan adanya gejolak syahwat.

Sebagian  ulama  lainnya  berpendapat,  bahwa  hal  tersebut  tidaklah membatalkan   puasa,   baik   dia   melakukannya   dengan   niat   untuk mengeluarkan  mani  atau  madzi  ataukah  tidak.  Pendapat  ini  adalah pendapat yang dikuatkan oleh al-Faqih Ibnu Hazm, ash-Shan’ani dan asy-Syaukani  -rahimahumullah-. Karena hukum-hukum syara’  (puasa) dalam hal ini dikaitkan dengan jima’ semata.    Dan tidak terdapat satupun dalil dari al-Qur`an, as-Sunnah, Ijma’ dan pendapat shahabat yang mendukung pendapat yang menyatakan batalnya puasa karena hal tersebut.

(Lihat al-Muhalla  4/masalah no.  753, al-Majmu’  6/322-323, al-Mughni 4/182-183, Subul as-Salam 2/877-879 dan Nail al-Authar 4/236-237)

2          Atsar  Ali  bin  Abi  Thalib,  diriwayatkan  dari  jalan  Urjufah  dari  Ali,  beliau mengatakan, “Bagi siapa yang berbuka dengan sengaja pada siang hari Ramadhan maka  dia  selamanya  tidak  mengqadha`nya,  sepanjang  tahun,  tidak  sebagaimana yang mereka katakan apabila seseorang berhubungan intim dengan istrinya pada siang hari Ramadhan.”

(HR. Ibnu Abi Syaibah didalam al-Mushannaf 2/no. 9785)

3       Atsar  Abdullah  bin  Mas’ud,  diriwayatkan  dari  jalan  Abdullah  al-Yasykuri,  dia

mengatakan,  Abdullah  berkata,  ”Barang  siapa  yang  berbuka  pada  siang  hari Ramadhan dengan sengaja, tanpa -udzur- safar/bepergian jauh atau sakit, tidaklah dia selamanya mengqadha`nya, walau dia berpuasa setahun penuh.”

(HR. Ibnu Abi Syaibah 2/no. 9800 dan al-Baihaqi didalam as-Sunan al-Kubra 4/228)

Sumber :  Edisi e-book dari “Risalah Ahkam Ramadhan” yang kami transkrip / salin dari artikel-artikel yang terdapat di web darelsalam yang merupakan tulisan dari Al Ustadz Abu Zakariya Rishky Al Atsary hafizhahullah

* * *

MENCUMBUI ISTERI

Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i

Soal 25:

Apa hukumnya orang yang memeluk istrinya dan menciumnya tanpa berjima’?

Jawab:

Aisyah berkata, “Bahwasanya Nabi memeluknya di bulan Ramadhan.” Kemudian Aisyah mengatakan, “Siapa di antara kalian yang paling dapat menahan kebutuhannya?”

Dan Ummu Salamah mengatakan bahwasanya Nabi menciumnya, demikian pula Aisyah mengatakan bahwasanya Nabi menciumnya. Dan Aisyah mengatakan bahwasanya Nabi adalah orang yang paling dapat menahan kebutuhannya. Apakah Ummul Mu’minin ini termasuk seseorang yang paling dapat menahan kebutuhannya ataukah tidak. Maka yang jelas bahwasanya hal itu tidak mengapa. Akan tetapi apabila ditakutkan menyebabkan jima’ maka wajib baginya untuk meninggalkan hal itu.

Keluar mani setelah bercumbu

Soal ke-40 :

Seorang laki-laki mencumbui istrinya di siang hari di bulan Ramadhan kemudian ia keluar maninya sedangkan ia tidak mengetahui apakah hal itu haram ataukah tidak haram. Maka apakah diwajibkan atasnya sesuatu ?

Jawab

Apabila ia mencumbui istrinya dengan tujuan untukmemenuhi syahwatnya dengan mengeluarkan maninya di luar daripada farji (kemaluan) istrinya maka ia dianggap ber-dosa. Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda dari apa-apa yang meriwayatkan-nya dari Rabb-nya,

“meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Aku.”

Dan apabila ia mencumbui istrinya dalam keadaan tidak mengetahui atau bodoh akan hukumnya maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah dan apabila ia mengetahui maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah jika ia mengetahui hal itu. Dan apabila ia mencumbui istrinya sedangkan ia dalam keadaan mengetahui bahwa mencumbui ini adalah hal yang diperbolehkan baginya kemudian ia memeluknya dan ia beranggapan bahwa hal ini tidak haram atasnya kecuali jima’ kemudian setelah itu ia mengeluarkan mani dan ia tidak bermaksud untuk mengeluarkan mani, maka tidak apa-apa baginya. Dan walau bagaimanapun maka tidak diwajibkan atasnya untuk memberikan kafarah jima’ pada setiap keadaan, dan ini adalah ucapan (pendapat) Abu Muhammad bin Hazm dan ini adalah shahih.

Sumber  :

Buku Risalah Ramadhan, Kumpulan 44 Fatwa Syaikh  Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, Judul Asli : Bulugh Al Maram min Fatawa Ash-Shiyam As-ilah Ajaba ‘alaiha Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Penerbit Pustaka Ats-TsiQaat Press – Bandung, penerjemah Ibnu Abi Yusuf, Editor Ustadz Abu Hamzah.

Asyiknya Belanja, Jangan Sampai Lupa… 28 Juli 2011

Posted by jihadsabili in adaB, nasehat.
add a comment

Asyiknya Belanja, Jangan Sampai Lupa…

Penyusun: Ummu Asma’

Muraja’ah: Ust. Aris Munandar

Siapa tak kenal aktivitas yang satu ini? Dari anak kecil hingga lanjut usia, baik laki-laki maupun wanita pasti mengenalnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak orang tergila-gila belanja atau shopping hingga mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di mall, supermarket, swalayan atau bahkan pasar. Belanja memang merupakan kebutuhan yang mengharuskan wanita untuk keluar dari rumahnya.

Islam tidak melarang wanita untuk keluar dari rumahnya karena pada asalnya keluar rumah adalah dibolehkan sebagaimana suatu kaidah, “Hukum sarana yang mubah itu tergantung tujuannya.” Begitu pula, keluar untuk berbelanja, baik ke pasar maupun ke pusat-pusat perbelanjaan lainnya merupakan suatu hal yang terkadang sulit untuk dihindari. Namun kaidah ini hanya berlaku apabila keluar rumah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak atau sangat penting. Tentu saja tanpa melupakan hal-hal penting yang harus dipenuhi ketika seorang muslimah keluar dari rumahnya, seperti menutup aurat, tidak berhias (tabaruj), tidak campur baur laki-laki dan perempuan, dll.

Jika kita ingat pelajaran ekonomi, kita akan banyak bertemu dengan kata pasar. Istilah pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli dalam rangka melakukan transaksi jual beli. Tentu saja kita mengetahui bahwa ketika ada aktivitas jual beli, maka di sana terdapat akad atau perjanjian antara si penjual dengan pembeli yang dinamakan ijab dan qabul. Lalu apa hubungannya akad ini dengan belanja? Tentu saja ada hubungannya. Akad inilah yang akan menentukan sah atau tidaknya jual beli yang kita lakukan.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di dalam kitab beliau Manhajus Salikiin (Bab Kitab Jual-Beli hal. 139) menyebutkan bahwa asal dari hukum jual beli adalah halal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs. Al-Baqarah: 275)

Jual beli adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah apabila terpenuhi syarat-syaratnya, yaitu:

  1. Keridhaan kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli
  2. Barang yang diperjualbelikan dapat diserahterimakan
  3. Pelaku jual beli adalah orang yang memenuhi syarat, yaitu baligh dan melakukannya dengan sadar atau tidak gila.
  4. Tidak mengandung unsur riba
  5. Tidak memperjualbelikan sesuatu yang haram secara syar’i

Hati-hati, Ada Setan!

Kita dapat menyaksikan segala kejelekan di pasar dengan penglihatan dan pendengaran kita. Begitu kita masuk pasar, maka ucapan-ucapan kasar bahkan umpatan penjual yang dagangannya tidak jadi dibeli akan mampir di telinga kita. Sepanjang perjalanan kita akan mengetahui ada saja orang yang menipu demi mendapatkan keuntungan. Pembeli akan berkata, “Tadi saya membeli di penjual A dengan harga empat ribu, kok di sini enam ribu!” padahal penjual A tidak menjual dagangannya dengan harga empat ribu tapi tujuh ribu rupiah dan si pembeli ini tidak pernah menawar dagangan si A.

Tidak hanya pembeli yang ingin ambil untung, penjual pun tak kalah taktik. “Tapi mangga saya kan besar-besar dan dijamin manis! Boleh dicobain kok!” Padahal semua mangganya karbitan dan ketika si pembeli mencicipi mangganya dipilihkan sampel yang manis dan tidak mewakili dagangannya. Akhirnya sampai di rumah pembeli merasa tertipu dan dirugikan. Intinya, mereka benar-benar berusaha menerapkan prinsip ekonomi “Meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya”. Mereka tak peduli lagi meski aktivitas yang semula halal berubah menjadi haram akibat menabrak rambu-rambu syari’at. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya,

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.” (Qs. Muthaffifin: 1-2)

“Itu kan di pasar,” mungkin ini pernyataan sebagian orang. Tapi, siapa bilang di mall, di supermarket atau toko kecil sekalipun setan tidak akan mengambil peran? Ketika kita berjalan-jalan di mall atau supermarket, tak jarang kita melihat wanita-wanita muda berdandan cantik dan dengan PD-nya berlenggang mengenakan busana yang serba “irit”. Pemandangan ini saja sudah cukup mengganggu kita sebagai wanita, apalagi bagi laki-laki! Sering dalam hati terbetik, sungguh kasihan saudari-saudari kita ini yang tanpa sadar telah sukarela mempersilahkan laki-laki melihat kecantikan mereka dan menjadikan mereka sebagai obyek. Mungkin ada yang berdalih, “Ah, itu kan tergantung orangnya!” Namun yang jelas, hati laki-laki mana yang tidak akan tergoda?? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya,

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59)

Terlupa Karena Asyiknya Berbelanja

Islam adalah agama yang penuh hikmah serta kesempurnaan, sehingga Rasulullah pun telah mengajarkan kepada kita berbagai etika dalam kehidupan, bahkan adab ketika di pasar.

  1. Hendaknya senantiasa berdzikir kepada Allah di saat masuk pasar. Sebagai seorang muslimah, tentunya keseharian kita tidak boleh lepas dari do’a. Bahkan Allah telah memerintahkan kita untuk berdo’a dan menyebut orang yang enggan berdo’a sebagai orang yang sombong (Qs. Al-Mu’min: 60).Rasulullah juga bersabda, “Do’a itu bermanfaat terhadap apa yang menimpa atau yang belum menimpa. Oleh karena itu wahai sekalian hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a.” (HR. At-Tirmidzi). Nah, ketika kita hendak berbelanja ada banyak pahala yang dapat kita raup melalui do’a dalam sekali perjalanan saja. Dimulai dengan do’a keluar rumah, do’a naik kendaraan hingga do’a masuk pasar. Adapun do’a masuk pasar yaitu:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

Tiada ilah yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dialah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Dan, Dia Maha Hidup Kekal, tidak pernah mati. Di tangan-Nyalah segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang masuk pasar, lalu mengucapkan do’a (tersebut), maka Allah akan mencatat satu juta kebaikan baginya dan akan menghapus satu juta keburukan baginya, dan akan mengangkat derajatnya satu juta tingkatan.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Majah)

Majdi bin ‘Abdul Wahhab Al-Ahmad dalam Syarh Hisnul Muslim-nya menjelaskan maksud dari “dan akan mengangkat derajatnya satu juta tingkatan” yaitu orang tersebut akan mendapatkannya di surga. Sedangkan maksud dari “diangkatnya derajat” adalah kedudukannya setelah membaca do’a lebih tinggi dari kedudukannya sebelum membaca do’a tersebut.

  1. Tidak menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran dan perdebatan.

    Di antara sifat kepribadian Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah bahwasanya beliau bukanlah seorang yang keras kepala atau keras hati dan bukan pula orang yang suka teriak-teriak di pasar dan juga bukan orang yang membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi ia memaafkan dan mengampuni (HR. Al-Bukhari)

  2. Menjaga kebersihan pasar. Pasar tidak boleh dicemari dengan kotoran dan sampah, karena hal tersebut dapat melumpuhkan arus jalanan dan menjadi sumber bau busuk yang mengganggu.
  3. Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta kesepakatan-kesepakatan di antara dua belah fihak (pembeli dan penjual). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (Qs. Al-Ma’idah: 1)
  4. Mengukuhkan jual beli dengan persaksian atau catatan (dokumentasi). Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya, “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.” (Qs. Al-Baqarah: 282)
  5. Bersikap longgar dan memberikan kemudahan di dalam proses jual beli.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan belas kasih kepada seorang hamba yang bersikap longgar apabila menjual, bersikap longgar apabila membeli dan bersikap longgar apabila membayar hutang.” (HR. Al-Bukhari)
  6. Jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang jualan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, maka tidak halal bagi seorang muslim membeli dari saudaranya suatu pembelian yang ada cacatnya kecuali telah dijelaskannya terlebih dahulu.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani)
  7. Jangan mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Hindarilah banyak bersumpah di dalam berjual-beli, karena sumpah itu dapat melariskan barang dagangan kemudian menghilangkan barakahnya.” (HR. Muslim)
  8. Menghindari penipuan, kecurangan dan pengkaburan serta berlebih-lebihan di dalam menarik keuntungan.Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menjumpai setumpuk gandum, maka Nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut, maka jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda, “Apa ini, wahai si pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab, “Terkena hujan, wahai Rasulullah.” Maka Nabi bersabda, “Kenapa bagian yang basah tidak kamu letakkan di paling atas agar dilihat oleh manusia? Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
  9. Menghindari perbuatan curang di dalam menakar atau menimbang barang dan tidak menguranginya. Allah berfirman, yang artinya, “Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (Qs. Al-Muthaffifin: 1-3)
  10. Menghindari riba, penimbunan barang dan segala perbuatan yang dapat merugikan orang banyak. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah mengutuk (melaknat) pemakan riba, pemberinya, saksi dan penulisnya.” (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Albani). Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang salah.” (HR. Muslim)
  11. Membersihkan pasar dari segala barang yang haram diperjual belikan.
  12. Menghindari promosi-promosi palsu yang bertujuan menarik perhatian pembeli dan mendorongnya untuk membeli, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang najasy (Muttafaqun’alaih). Najasy adalah semacam promosi palsu.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (Qs. Al-Nisa: 29)

  13. Hindarilah penjualan barang rampasan (hasil ghashab) dan curian.
  14. Menundukkan pandangan mata dari wanita dan menghindar dari percampurbauran dan berdesak-desakan dengan mereka.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (Qs. An-Nur: 30-31)
  15. Selalu menjaga syi’ar-syi’ar agama (shalat berjama’ah, dll), tidak melalaikan shalat berjama’ah karena berjual-beli. Maka sebaik-baik manusia adalah orang yang keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap masalah-masalah akhiratnya atau sebaliknya. Allah berfirman, yang artinya, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) menunaikan zakat.” (Qs. An-Nur: 37). Pada intinya, ketika berada di pusat perbelanjaan mata kita akan disuguhi dengan pemandangan yang serba menarik. Barang-barang yang bagus, bahkan orang-orang yang berpenampilan menarik menggoda hati-hati yang lalai. Maka tak heran jika setan pun betah berada di tempat-tempat seperti ini. Nah, supaya aktivitas belanja kita lebih efektif dan bermanfaat, ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu.

Tips 1. Perhatikan penampilan

Ada sebagian wanita yang menjadikan shopping atau berbelanja sebagai sarana untuk ngeceng. Demi mendapatkan perhatian dari orang-orang, mereka rela duduk di depan kaca selama berjam-jam dan memoles dirinya agar terlihat cantik. Maka tidak mengherankan apabila mereka tidak merasa takut atau risih, namun justru akan tersenyum bangga ketika laki-laki menggoda mereka karena dandanan mereka yang aduhai. Bertaqwalah wahai kaum wanita! Sesungguhnya setan telah menemukan banyak celah untuk menggoda manusia melalui dirimu. Jangan sampai engkau buat dirimu yang begitu berharga dan mulia tercampak menjadi sekerat daging yang hina.

Jangan salahkan apabila laki-laki tidak menghargaimu karena engkau pun tidak menghargai dirimu. Janganlah engkau ceroboh, sesungguhnya kecantikanmu hanya akan ditemukan oleh laki-laki fasik bila engkau mengumbarnya di mana-mana. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengan syari’at-Nya. Hendaknya kita jaga diri kita dengan berhijab yang benar karena hijab itulah yang akan menyelamatkan kita dari pandangan khianat laki-laki yang tidak bertaqwa. Jangan lupa pula untuk membawa make-up kita yang paling berharga, yaitu malu. Sungguh make-up ini akan membantu menjaga diri kita. Wallahul musta’an.

Tips 2. Buat daftar belanjaan yang akan dibeli

Sebelum kita memutuskan untuk keluar rumah, jangan lupa membuat daftar barang-barang yang akan kita beli. Alangkah baiknya jika kita tengok terlebih dahulu kebutuhan apa saja yang habis sehingga bisa kita masukkan ke dalam daftar belanjaan kita. Setelah itu, kita dapat membuat daftar kebutuhan kita dalam jangka panjang, misalnya kebutuhan untuk sepekan, dua pekan atau bahkan bulanan. Dengan demikian, kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk mondar-mandir ke pasar atau supermarket setiap hari.

Daftar belanjaan juga akan membantu mengingatkan kita jika ada barang yang lupa dibeli, selain itu juga menghindarkan kita dari belanja barang-barang yang terlihat begitu menarik ketika di toko, namun ternyata ketika sampai di rumah kita bingung sendiri, mau diapakan barang tersebut.

Tips 3. Jangan bawa uang berlebih!

Peringatan untuk wanita yang hobi berbelanja! Jangan sekali-kali membawa uang lebih dari perkiraan harga seluruh belanjaan dalam list kita. Kalaupun membawanya, usahakan secukupnya saja sebagai jaga-jaga jikalau terjadi sesuatu dalam perjalanan. Membawa uang terlalu banyak akan merepotkan bagi kita yang mudah tergoda dengan barang-barang yang menarik. Apabila uang yang kita bawa hanya cukup untuk membeli barang yang kita perlukan, tentunya kita tidak mungkin akan membeli barang-barang lainnya.

Tips 4. Jangan lupa berdo’a!

Tips 5. Jagalah pandangan

Rumah adalah sebaik-baik tempat perlindungan bagi kaum wanita. Oleh karena itu, apabila wanita keluar dari rumahnya, maka setan akan menghiasinya sehingga tampak begitu menarik hati. Namun bukan berarti kaum wanita akan terhindar dari godaan sementara setan menempatkannya sebagai penggoda. Sesungguhnya wanita adalah saudara laki-laki, apa yang membuat saudaranya terfitnah maka hal itu juga dapat menimpanya.

Jangan disangka hanya laki-laki saja yang dapat terfitnah oleh wanita, sesungguhnya setan dapat menancapkan panahnya pada setiap manusia yang lemah hatinya. Demikian pula halnya dengan wanita yang dapat terfitnah oleh laki-laki disebabkan pandangan mata. Sedangkan laki-laki mungkin pula hatinya tertimpa fitnah disebabkan pandangan mata wanita tersebut terhadapnya. Allah berfirman, yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Tips 6. Bekali diri dengan ilmu dan sabar

Sebagai seorang muslimah, tentunya kita harus mendasarkan segala perbuatan kita dengan ilmu agama. Demikian pula ketika berbelanja kita membutuhkan ilmu agar hak penjual maupun hak kita sebagai pembeli dapat terpenuhi. Selain itu, di jaman sekarang ini kita juga sering mendengar adanya produk-produk yang dijual di pasaran yang ternyata tidak jelas kehalalannya.

Tidak hanya bermasalah dengan keadaan barang dagangan, terkadang kita juga harus berhadapan dengan penjual yang kurang ramah dan wajah bersungut-sungut. Wajar hati merasa kesal, namun merupakan suatu keutamaan menjadikan sabar sebagai obat ketika menghadapi situasi seperti ini.

Belanja memang menyenangkan, namun jangan sampai asyiknya berbelanja membuat kita terlena dan terjebak dalam hal yang sia-sia. Wallahu a’lam bishshawab.

Maraji’:

  1. Manhajus Salikiin, Syaikh Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di
  2. Syarah Hisnul Muslim (terjemah), Majdi bin ‘Abdul Wahhab Al-Ahmad
  3. Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari, Darul Haq

***

Artikel muslimah.or.id

Mampukah rumah tangga yang sakinah diawali dengan pacaran? 26 Juli 2011

Posted by jihadsabili in jodoh, munakahat.
add a comment

Pernah ditanyakan oleh seorang ustadz kepada kami,”Yaa ikhwan, mau tidak ente nanti menikah dengan seorang wanita yang bekas dipacari orang 6 tahun?” Kami jawab,”Na’udzubillah, sisa apanya ustadz! Tidak mau yaa ustadz!” Beliau kembali menjawab,”Makanya, ente jangan pacaran! Sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warrohmah tidak bisa dijembatani dengan kemaksiyatan kepada Allah Ta’ala.” Masih terngiang nasihat-nasihat beliau dengan jelas, memang tidak mungkin sebuah pernikahan yang mengharapkan ridha dan barokah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala didapatkan jika diawali dengan bermaksiyat kepada-Nya, bagaimana bisa mendapatkan keindahan hidup berumah tangga jika diawali dengan menentang perintah Allah Ta’ala, padahal sudah teramat jelas larangan-larangan itu termaktub dalam Al-Qur’an Al-Kariim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa’ : 32) “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS An-Nuur : 30) “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…”(QS An-Nuur : 31) Wahai adik-adikku generasi muda Islam, bukankah telah banyak nasihat dan contoh yang engkau dapatkan tentang kebiasaan pacaran ini, betapa pintu syaithan terbuka luas, seluas-luasnya bagi dua remaja muda-mudi yang sedang berpacaran? Kalau mereka melontarkan beberapa syubhat yang berhubungan dengan pacaran ini maka tidak lain itu hanya alas an yang muncul karena dorongan syahwat mereka belaka, bukan karena petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu bagaimana mungkin engkau akan menukar petunjuk Allah dengan syahwatmu? Kadang ketika penulis menasihati beberapa anak-anak muda untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala dan menghentikan pacaran mereka membantah dengan perkataan-perkataan yang membuat penulis sedih dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala, wahai adik-adiku! Aku mencintaimu karena Allah maka terimalah nasihatku ini… Perkataan syubhat yang sering mereka bantahkah! Syubhat Pertama : Ada yang berkata,”Ga sebegitunya seh! Yang penting kan kita tidak zina beneran!…” Wahai adiku remaja muslim, bukankah perkataanmu di atas telah menunjukkan kesombonganmu, bahwa engkau yakin tidak akan terjerumus kepada zina? Padahal engkau telah membuka pintu syaithan untuk menjerumuskanmu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ““Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu) Memang pacaran telah melenakan banyak generasi muda Islam (bahkan ada yang sudah tidak muda lagi masih pacaran – na’udzubillahi min dzaalik), karena menurut pandangan seorang muslim awam pacaran itu memang manis dan mempesonakan, kadang lebih berbahaya daripada narkoba! Seringkali anak-anak muda melupakan dampah buruknya pacaran dan hanya memikirkan manisnya saja, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita terhadap hal yang mempesonakan ini.. sebuah kesenangan yang menipu! Tidak ada ujungnya kecuali kerusakan dan penyesalan! Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.” Maka pacaran ini sudah termasuk bagian dari zina, mulai dari saling pandang mata, melempar senyuman, bergandengan tangan, kata-kata merayu dan memanja, sekaligus hati yang berfantasi dan berangan-angan agar lebih dari itu, maka potensi zina lebih diperbesar prosentasenya dengan kehadiran syaithan yang tidak akan pernah absen dari kegiatan seperti ini, dan akhirnya pun berujung dengan benar-benar terjadinya zina. Mas..mbak..kakak..ading..aa’..teteh..uni..uda semua hal diatas adalah diawali dari kebiasaan meremehkan hukum-hukum yang telah diterapkan oleh Allah Ta’ala, juga kebiasaan meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan bagi setiap individu muslim, dan yang terakhir adalah kebiasaan suka melupakan kehadiran pihak ketiga dalam pacaran, yaitu syaithan! Bahkan perbuatan zina bisa dimulai dari hanya sekedar SMS atau chatting di melalui HP atau Internet, semakin terbuka lebar peluang syaithan untuk menjerumuskan manusia melalui CMBR (canda mesra dan bujuk rayu), kemudian ujung-ujungnya ITDA (isak tangis dan derai air mata), sudah merupakan hal yang umum dan telah banyak kita melihat anak-anak muda menggunakan HPnya untuk sekadar “cekikikan” dan bersayang-sayang-an dengan laki-laki atau perempuan yang bukan mahromnya. Sehingga HP kembali menjadi tertuduh no. 1 sebagai sarana penghantar kehendak syaithan ini. Maka kami menghimbau kepada orang tua agar memberikan batasan pada penggunaan HP anak-anak remaja, mereka masih rentan akan godaan syaithan, apalagi pada remaja yang masih awam terhadap ilmu agama yang syar’i. Syubhat Kedua : Ada yang berkata,”Kalau tidak pacaran bagaimana nanti mengenal calon istri / suami, nanti kan jadi rusak rumah tangga kalau menikah tanpa saling mengenal pribadi masing-masing!” Betapa banyak rumah tangga yang hancur karena diawali dengan pacaran, kehidupan rumah tangga mereka hambar, tidak lagi mereka merasakan indahnya malam pertama dan madunya pernikahan, penulis ingat kembali perkataan seorang ustadz,”Bagaimana tidak hambar malam pertama pernikahan mereka, lha wong sudah hapal dari ujung rambut sampai ke ujung kaki!”, akhirnya banyak pengalaman pacaran ini di ulangi oleh masing-masing pasangan (suami atau istri) dengan berselingkuh (pacaran lagi) dengan yang lain walaupun sudah memiliki suami atau istri. Justru rumah tangga yang dimulai dengan berpacaran sering terjadi pertengkaran di dalamnya, karena ketika terjadi pertengkaran kecil masing-masing pihak saling membuka aib masa lalu mereka, tidak ada saling mengalah dan sering terjadi saling menyalahkan, apalagi pernikahan yang terjadi karena “kecelakaan”, bagaimana mungkin bisa membangun sebuah rumah yang kokoh di pinggir tebing tanah yang mudah longsor? Bagaimana mungkin suatu rumah tangga yang baik disusun dari sebuah perzinahan? Karena sudah sering pacaran dan berganti-ganti pacar sebelumnya, walaupun sudah berumah tangga, sering masih terjadi kontak dengan mantan pacar masing-masing, HP dan telepon sering menjadi penghubung CLBK (cinta lama bersemi kembali), kalau sudah begini maka bagaimana mungkin bisa menyusun suatu bahtera rumah tangga yang sakinah. Virus pacaran memang sering membuat orang ketagihan, bayang-bayang keindahan berdua saat pacaran akan selalu membayangi kehidupan rumah tangga mereka, tidak ketinggalan syaithan berperan serta dalam keadaan ini dan mengipasi syahwat masing-masing pihak yang berselingkuh agar semakin menggelora, hasilnya bisa kita lihat di lingkungan sekitar kita. Dan hukum yang sering terjadi pada laki-laki dan wanita yang gemar pacaran adalah : “rumput halaman tetangga lebih hijau!”. Justru karena telah terlalu mengenal satu sama lain sebelum menikah melalui pacaran sering membuat istri banyak melawan suaminya, banyak istri yang durhaka kepada suami karena merasa derajat mereka sama di dalam rumah tangga, tidak ada lagi ketentuan bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangganya. Alasan bahwa tidak mengenal pasangan sebelum menikah akan membuat pernikahan hancur adalah sebuah kedustaan yang besar! Sebaliknya, bunga-bunga keindahan rumah tangga yang diawali tanpa adanya pacaran semakin mekar dan bersemi mengisi hari-hari mereka, mulai dari malam pertama pernikahan mereka hingga tahun-tahun berlalu masih terasa seperti pertemuan yang pertama. Sebagian besar mereka yang menikah tanpa pacaran adalah seorang muslim yang shalih, yang memahami tentang hukum-hukum agamanya, dan tidaklah bisa memperlakukan wanita dengan baik sesuai dengan kehormatan yang diberikan Allah kepada mereka kecuali seorang lelaki yang shalih! Karena seorang suami yang shalih jika dia menemukan sesuatu yang tidak disukainya dalam diri istrinya maka dia tidak mencelanya dan memukulnya kecuali yang menjadi hak baginya, seorang suami yang shalih akan mendidik istrinya dengan lembut sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahasan tentang hal ini telah banyak dibahas. Maka ketahuilah wahai para wanita, mana yang akan engkau pilih, mendapatkan seorang calon suami yang gemar pacaran (sudah pasti mereka ini sering gonta-ganti pacar), atau mendapatkan seorang suami yang shalih yang mampu mengantarkanmu menuju surge Allah (insya Allah) dalam naungan ilmu agama yang syar’i? Pilihannya ada pada dirimu! Syubhat Ketiga : Ada yang berkata,”Bagaimana kita bisa mengetahui sifat dan kejujuran calon suami / istri jika tidak pacaran?” Ini adalah syubhat yang menggelikan, justru akan kami balik pernyataan di atas dengan pertanyaan, “Bagaimana mungkin engkau menemukan kejujuran dalam pacaran? Bagaimana mungkin engkau menemukan kejujuran dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Adalah sebuah hal yang menggelikan jika seorang wanita menuntut kejujuran kepada seorang laki-laki yang gemar bermaksiat kepada Allah Ta’ala, karena mereka telah kotor dan hatinya terkontaminasi penyakit zina, mereka ini gemar mengumbar pandangan dan nafsu, suka melanggar perintah Allah Ta’ala : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An-Nuur : 30) Bagaimana mungkin seorang laki-laki yang gemar mengotori dirinya (gemar pacaran) akan mampu menjadi pemimpin rumah tangga yang baik? Dan apakah mereka ini mampu mendidik anak-anak mereka menjadi muslim yang shalih? Wahai saudaraku, telah cukup kemunkaran terjadi di muka bumi ini gara-gara bentuk pergaulan yang mengikuti kaum kafirin ini, sudah saatnya engkau kembali kepada jalan Rabb-mu, kepada Al-Qur’an dan sunnah yang shahih, gemar menghadiri dauroh agama dan ta’lim, bukan malah ke mall-mall dan tempat-tempat “mojok” yang banyak syaithannya. Sebenarnya masih banyak syubhat-syubhat lain yang dilontarkan oleh mereka yang gemar berpacaran ini, seribu satu macam alasan akan selalu ada dan datang dari hati yang kosong dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga syahwat yang menggantikan untuk berbicara, namun percayalah wahai saudaraku kaum muslimin, akan senantiasa ada para penyeru-penyeru kebaikan yang hadir dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan pemahaman para pendahulu kita para salafush shalih, mereka tampil membawa pelita ilmu untuk mengarungi negeri ujian yang penuh cobaan ini, yaitu Dunia! Dan selalu sadarilah wahai saudaraku bahwa Allah Ta’ala berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS AL-Hadiid : 20). Pernah ditanyakan oleh seorang ustadz kepada kami,”Yaa ikhwan, mau tidak ente nanti menikah dengan seorang wanita yang bekas dipacari orang 6 tahun?” Kami jawab,”Na’udzubillah, sisa apanya ustadz! Tidak mau yaa ustadz!” Beliau kembali menjawab,”Makanya, ente jangan pacaran! Sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warrohmah tidak bisa dijembatani dengan kemaksiyatan kepada Allah Ta’ala.” Masih terngiang nasihat-nasihat beliau dengan jelas, memang tidak mungkin sebuah pernikahan yang mengharapkan ridha dan barokah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala didapatkan jika diawali dengan bermaksiyat kepada-Nya, bagaimana bisa mendapatkan keindahan hidup berumah tangga jika diawali dengan menentang perintah Allah Ta’ala, padahal sudah teramat jelas larangan-larangan itu termaktub dalam Al-Qur’an Al-Kariim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa’ : 32) “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS An-Nuur : 30) “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…”(QS An-Nuur : 31) Wahai adik-adikku generasi muda Islam, bukankah telah banyak nasihat dan contoh yang engkau dapatkan tentang kebiasaan pacaran ini, betapa pintu syaithan terbuka luas, seluas-luasnya bagi dua remaja muda-mudi yang sedang berpacaran? Kalau mereka melontarkan beberapa syubhat yang berhubungan dengan pacaran ini maka tidak lain itu hanya alas an yang muncul karena dorongan syahwat mereka belaka, bukan karena petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu bagaimana mungkin engkau akan menukar petunjuk Allah dengan syahwatmu? Kadang ketika penulis menasihati beberapa anak-anak muda untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala dan menghentikan pacaran mereka membantah dengan perkataan-perkataan yang membuat penulis sedih dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala, wahai adik-adiku! Aku mencintaimu karena Allah maka terimalah nasihatku ini… Perkataan syubhat yang sering mereka bantahkah! Syubhat Pertama : Ada yang berkata,”Ga sebegitunya seh! Yang penting kan kita tidak zina beneran!…” Wahai adiku remaja muslim, bukankah perkataanmu di atas telah menunjukkan kesombonganmu, bahwa engkau yakin tidak akan terjerumus kepada zina? Padahal engkau telah membuka pintu syaithan untuk menjerumuskanmu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ““Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu) Memang pacaran telah melenakan banyak generasi muda Islam (bahkan ada yang sudah tidak muda lagi masih pacaran – na’udzubillahi min dzaalik), karena menurut pandangan seorang muslim awam pacaran itu memang manis dan mempesonakan, kadang lebih berbahaya daripada narkoba! Seringkali anak-anak muda melupakan dampah buruknya pacaran dan hanya memikirkan manisnya saja, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita terhadap hal yang mempesonakan ini.. sebuah kesenangan yang menipu! Tidak ada ujungnya kecuali kerusakan dan penyesalan! Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.” Maka pacaran ini sudah termasuk bagian dari zina, mulai dari saling pandang mata, melempar senyuman, bergandengan tangan, kata-kata merayu dan memanja, sekaligus hati yang berfantasi dan berangan-angan agar lebih dari itu, maka potensi zina lebih diperbesar prosentasenya dengan kehadiran syaithan yang tidak akan pernah absen dari kegiatan seperti ini, dan akhirnya pun berujung dengan benar-benar terjadinya zina. Mas..mbak..kakak..ading..aa’..teteh..uni..uda semua hal diatas adalah diawali dari kebiasaan meremehkan hukum-hukum yang telah diterapkan oleh Allah Ta’ala, juga kebiasaan meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan bagi setiap individu muslim, dan yang terakhir adalah kebiasaan suka melupakan kehadiran pihak ketiga dalam pacaran, yaitu syaithan! Bahkan perbuatan zina bisa dimulai dari hanya sekedar SMS atau chatting di melalui HP atau Internet, semakin terbuka lebar peluang syaithan untuk menjerumuskan manusia melalui CMBR (canda mesra dan bujuk rayu), kemudian ujung-ujungnya ITDA (isak tangis dan derai air mata), sudah merupakan hal yang umum dan telah banyak kita melihat anak-anak muda menggunakan HPnya untuk sekadar “cekikikan” dan bersayang-sayang-an dengan laki-laki atau perempuan yang bukan mahromnya. Sehingga HP kembali menjadi tertuduh no. 1 sebagai sarana penghantar kehendak syaithan ini. Maka kami menghimbau kepada orang tua agar memberikan batasan pada penggunaan HP anak-anak remaja, mereka masih rentan akan godaan syaithan, apalagi pada remaja yang masih awam terhadap ilmu agama yang syar’i. Syubhat Kedua : Ada yang berkata,”Kalau tidak pacaran bagaimana nanti mengenal calon istri / suami, nanti kan jadi rusak rumah tangga kalau menikah tanpa saling mengenal pribadi masing-masing!” Betapa banyak rumah tangga yang hancur karena diawali dengan pacaran, kehidupan rumah tangga mereka hambar, tidak lagi mereka merasakan indahnya malam pertama dan madunya pernikahan, penulis ingat kembali perkataan seorang ustadz,”Bagaimana tidak hambar malam pertama pernikahan mereka, lha wong sudah hapal dari ujung rambut sampai ke ujung kaki!”, akhirnya banyak pengalaman pacaran ini di ulangi oleh masing-masing pasangan (suami atau istri) dengan berselingkuh (pacaran lagi) dengan yang lain walaupun sudah memiliki suami atau istri. Justru rumah tangga yang dimulai dengan berpacaran sering terjadi pertengkaran di dalamnya, karena ketika terjadi pertengkaran kecil masing-masing pihak saling membuka aib masa lalu mereka, tidak ada saling mengalah dan sering terjadi saling menyalahkan, apalagi pernikahan yang terjadi karena “kecelakaan”, bagaimana mungkin bisa membangun sebuah rumah yang kokoh di pinggir tebing tanah yang mudah longsor? Bagaimana mungkin suatu rumah tangga yang baik disusun dari sebuah perzinahan? Karena sudah sering pacaran dan berganti-ganti pacar sebelumnya, walaupun sudah berumah tangga, sering masih terjadi kontak dengan mantan pacar masing-masing, HP dan telepon sering menjadi penghubung CLBK (cinta lama bersemi kembali), kalau sudah begini maka bagaimana mungkin bisa menyusun suatu bahtera rumah tangga yang sakinah. Virus pacaran memang sering membuat orang ketagihan, bayang-bayang keindahan berdua saat pacaran akan selalu membayangi kehidupan rumah tangga mereka, tidak ketinggalan syaithan berperan serta dalam keadaan ini dan mengipasi syahwat masing-masing pihak yang berselingkuh agar semakin menggelora, hasilnya bisa kita lihat di lingkungan sekitar kita. Dan hukum yang sering terjadi pada laki-laki dan wanita yang gemar pacaran adalah : “rumput halaman tetangga lebih hijau!”. Justru karena telah terlalu mengenal satu sama lain sebelum menikah melalui pacaran sering membuat istri banyak melawan suaminya, banyak istri yang durhaka kepada suami karena merasa derajat mereka sama di dalam rumah tangga, tidak ada lagi ketentuan bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangganya. Alasan bahwa tidak mengenal pasangan sebelum menikah akan membuat pernikahan hancur adalah sebuah kedustaan yang besar! Sebaliknya, bunga-bunga keindahan rumah tangga yang diawali tanpa adanya pacaran semakin mekar dan bersemi mengisi hari-hari mereka, mulai dari malam pertama pernikahan mereka hingga tahun-tahun berlalu masih terasa seperti pertemuan yang pertama. Sebagian besar mereka yang menikah tanpa pacaran adalah seorang muslim yang shalih, yang memahami tentang hukum-hukum agamanya, dan tidaklah bisa memperlakukan wanita dengan baik sesuai dengan kehormatan yang diberikan Allah kepada mereka kecuali seorang lelaki yang shalih! Karena seorang suami yang shalih jika dia menemukan sesuatu yang tidak disukainya dalam diri istrinya maka dia tidak mencelanya dan memukulnya kecuali yang menjadi hak baginya, seorang suami yang shalih akan mendidik istrinya dengan lembut sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahasan tentang hal ini telah banyak dibahas. Maka ketahuilah wahai para wanita, mana yang akan engkau pilih, mendapatkan seorang calon suami yang gemar pacaran (sudah pasti mereka ini sering gonta-ganti pacar), atau mendapatkan seorang suami yang shalih yang mampu mengantarkanmu menuju surge Allah (insya Allah) dalam naungan ilmu agama yang syar’i? Pilihannya ada pada dirimu! Syubhat Ketiga : Ada yang berkata,”Bagaimana kita bisa mengetahui sifat dan kejujuran calon suami / istri jika tidak pacaran?” Ini adalah syubhat yang menggelikan, justru akan kami balik pernyataan di atas dengan pertanyaan, “Bagaimana mungkin engkau menemukan kejujuran dalam pacaran? Bagaimana mungkin engkau menemukan kejujuran dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Adalah sebuah hal yang menggelikan jika seorang wanita menuntut kejujuran kepada seorang laki-laki yang gemar bermaksiat kepada Allah Ta’ala, karena mereka telah kotor dan hatinya terkontaminasi penyakit zina, mereka ini gemar mengumbar pandangan dan nafsu, suka melanggar perintah Allah Ta’ala : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An-Nuur : 30) Bagaimana mungkin seorang laki-laki yang gemar mengotori dirinya (gemar pacaran) akan mampu menjadi pemimpin rumah tangga yang baik? Dan apakah mereka ini mampu mendidik anak-anak mereka menjadi muslim yang shalih? Wahai saudaraku, telah cukup kemunkaran terjadi di muka bumi ini gara-gara bentuk pergaulan yang mengikuti kaum kafirin ini, sudah saatnya engkau kembali kepada jalan Rabb-mu, kepada Al-Qur’an dan sunnah yang shahih, gemar menghadiri dauroh agama dan ta’lim, bukan malah ke mall-mall dan tempat-tempat “mojok” yang banyak syaithannya. Sebenarnya masih banyak syubhat-syubhat lain yang dilontarkan oleh mereka yang gemar berpacaran ini, seribu satu macam alasan akan selalu ada dan datang dari hati yang kosong dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga syahwat yang menggantikan untuk berbicara, namun percayalah wahai saudaraku kaum muslimin, akan senantiasa ada para penyeru-penyeru kebaikan yang hadir dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan pemahaman para pendahulu kita para salafush shalih, mereka tampil membawa pelita ilmu untuk mengarungi negeri ujian yang penuh cobaan ini, yaitu Dunia! Dan selalu sadarilah wahai saudaraku bahwa Allah Ta’ala berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS AL-Hadiid : 20). Wallahu a’lam bish showab Oleh Andi Abu Hudzaifah Najwa Wallahu a’lam bish showab Oleh Andi Abu Hudzaifah Najwa

Inilah Lelaki Idamanmu… 23 Juli 2011

Posted by jihadsabili in jodoh, munakahat.
add a comment

Inilah Lelaki Idamanmu…

Ada seorang akhwat yang mengatakan ingin mendapatkan suami yang punya penghasilan yang mapan, gagah, bermata teduh, tegap, tampan, senyumnya menawan, berhidung mancung dan… stop! Ukht, anti mau cari calon suami apa mau audisi bintang sinetron? Seorang pendamping yang ideal tidak bisa dinilai dari segi fisik atau materi saja, walau memang lelaki yang “ganteng” mampu menyejukkan pandangan mata, namun apa artinya kalau mata sejuk namun hati jadi biru lebam, walaupun suami yang kaya raya mampu membelikan segala yang engkau inginkan, tapi mampukah dia membelikan surga buatmu?

 

Jawabannya adalah “Tidak”! wahai saudariku, bukankah engkau menginginkan kebahagiaan yang tiada akhirnya, bukankah kasih sayang dan kelembutan yang selama ini menjadi impianmu, lelaki ideal memang susah dicari, namun bukan hanya “bentuk ideal” yang mampu membuatmu bahagia dan mengantarkanmu menuju rumah tangga yang sakinah, lelaki ideal memang sebuah harapan, namun kadang sebuah harapan yang terpenuhi tak mampu menghadirkan indahnya bahtera rumah tangga.

 

Sosok ideal seperti gambaran di atas memang telah menjadi patokan dan syarat di sebagian besar akhwat (kalau mau jujur), selain alasan agar sejuk dilihat dan tidak membosankan pandangan, alasan lain adalah agar tidak memalukan di hadapan umahat yang lain kelak! Duhai kasihan saudaraku para ikhwan yang tidak masuk kriteria ini, dan juga penulis mungkin tidak bisa memenuhi syarat-syarat ini, namun sebuah realita dan kenyataan yang ada di lapangan tetap sebuah fakta.

 

Kenyataan yang terjadi bahwa para ikhwan juga bukan pelanggan tempat-tempat fitness, seorang ikhwan pernah menyampaikan, “yaa akhi mau olah raga yang paling murah lari pagi dan jalan kaki banyak fitnah pandangan mata, kalau malam memang sepi tapi takut dikira maling atau teroris, atau malah kena paru-paru basah!” Ishbir ya akhi, tidak sampai sebegitunya juga kok, meski artikel ini penulis tujukan buat akhwat yang mau cari suami, buat ikhwan yang sedang mau cari belahan hidup juga bisa dipakai sebagai introspeksi apakah sudah memiliki kriteria berikut ini…

 

PERTAMA : Dia adalah seorang laki-laki yang taat beragama, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “…Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.” (Al Baqarah : 221)

 

Diharapkan sekali menjadi syarat nomor wahid untuk calon suami idaman (selain sudah muslim tentunya) adalah seorang laki-laki yang taat dan memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah Ta’ala, karena seorang calon suami seperti ini telah memenuhi syarat menjadi calon pemimpin rumah tangga, dengan ilmu agama yang ia miliki dan bekal keimanan-nya, sangat diharapkan calon suami seperti ini mampu mendidik anak dan istrinya kelak menjadi seorang yang shalih dan shalihah, menjadi hamba-hamba Allah Ta’ala yang taat pula, sehingga keharmonisan dan tersusunnya suatu rumah tangga yang sakinah bisa (insya Allah) diwujudkan.

 

KEDUA : Dia adalah orang yang hafal atau mengerti sebagian dari Al-Qur’an : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seseorang dengan (mahar) beberapa ayat Al-Qur’an yang ia hafal. [HR. Al-Bukhari (5029), dan Muslim (1425)]

 

Seorang calon suami yang banyak memiliki hafalan Al-Qur’an merupakan calon pasangan yang ideal bagi seorang wanita yang shalihah, seorang calon pemimpin rumah tangga yang ideal tentunya harus saggup mengajarkan Al-Qur’an kepada keluarganya kelak, menjaga hafalan dan bacaan Al-Qur’an anak dan istrinya, apalagi jika sang calon suami juga memahami tafsir ayat dari hafalan Al-Qur’annya, sehingga bisa menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan rumah tangga kesehariannya.

 

KETIGA : Dia adalah seorang laki-laki yang mampu memberikan ba-ah (nafkah) dengan kedua macamnya, yaitu kemampuan untuk berjima’, dan kemampuan untuk memberikan pembiayaan nikah juga biaya hidup.

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah ketika mereka mampu memenuhi ba-ah, dan beliau juga berkata kepada Fathimah binti Qais : “Adapun Mu’awiyah adalah seorang laki-laki yang fakir.” [HR. Muslim (1480), An-Nasa-i (3245), dan Abu Dawud (2284)]

 

Walaupun kaya raya bukan merupakan syarat, namun tetap diharapkan seorang ikhwan memiliki pekerjaan yang mampu dia gunakan untuk biaya pernikahannya dan untuk menghidupi anak-istrinya, walaupun tiap tahun menjadi “kontraktor” (tukang kontrak rumah-red), sudah dianggap mampu untuk memulai kehidupan rumah tangga, selain mampu memberikan kebutuhan biologis pada istrinya (bukan laki-laki yang impoten), sangat diharapkan untuk sebuah rumah tangga tidak dimulai dengan kehidupan menumpang orang tua (Pondok Mertua Indah).

 

KEEMPAT : Dia adalah seorang laki-laki yang lemah lembut kepada wanita : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Abu Jahm : “Adapun Abu Jahm adalah seorang laki-laki yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (suka memukul), maka nikahilah Usamah.” [HR. Muslim (1480), An-Nasa-i (3245), dan Abu Dawud (2284)]

 

Hendaklah ada pada diri seorang calon suami sifat lembut dan romantis, karena akan semakin menambah mekarnya bunga-bunga cinta dalam rumah tangga, sehingga seorang wanita bisa benar-benar merasakan ketentraman dalam hidup berumah tangga, seorang calon suami hendaknya seseorang yang mampu tampil bijak dan mampu menahan amarah ketika melihat suatu hal yang tidak mengenakkan hatinya pada istrinya. Seorang calon suami idaman adalah laki-laki yang mampu tampil sebagai pengayom dalam rumah tangganya, juga seorang laki-laki yang pandai menumbuhkan suasana tentram dalam rumah, tidak suka teriak-teriak dan tukang marah, seorang laki-laki yang santun tutur kata dan penuh kasing saying kepada istrinya kelak.

 

KELIMA : Istrinya senang melihatnya, sehingga di antara keduanya tidak ada kerenggangan dan si wanita tidak ingkar ketika hidup bersamanya. Dalam hal ini memang seorang laki-laki mampu menjaga penampilan dan badannya, sebagaimana seorang ikhwan mengharapkan calon istri yang semampai, begitu juga seorang akhwat ingin mendapatkan seorang calon suami yang memiliki postur ideal (tidak mesti harus tampan seperti bintang sinetron), maksudnya, hendaknya seorang ikhwan tidak membiasakan diri punya perut yang gemuk sehingga tidak enak dipandang, kemudian hendaknya ikhwan menjaga bau tubuhnya agar selalu tampil menyenangkan saat di hadapan istri, potongan rambut juga jangan acak-acakan seenaknya, mengenakan pakaian taqwa dengan baik dan rapi, maka akan menampilkan sosok berwibawa dan sejuk dilihat.

 

Perkara wajah (tampang) dalam hal ini relatif, tergantung dari pihak calon istri ketika nazhar (melihat calon istri / suami), namun kami nasihatkan kepada ukhti fillah agar tidak hanya melihat ketampanan fisik kemudian melupakan akhlak calon suami, dan ada sebuah tips kecil bagi akhwat yang kurang berkenan ketika nazhar “bahwa cinta bisa mudah tumbuh ketika calon suami memiliki akhlak yang mulia”

 

KEENAM : Dia adalah seorang laki-laki yang tidak mandul. Hal ini karena adanya riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan keturunan kecuali jika ada beberapa faktor pendukung untuk menikah dengannya.

 

Buah pernikahan adalah dengan hadirnya anak-anak yang bisa menyejukkan pandangan dalam rumah tangga, sangat diharapkan akan muncul benih-benih yang shalih dan shalihah dalam sebuah pernikahan seorang muslim dengan muslimah, namun jika ada kondisi lain yang tidak memungkinkan menjadi pengecualian bagi seorang muslimah yang berbesar hati untuk menikah dengan seorang lelaki yang mandul namun memiliki akhlak yang mulia, namun hendaknya hal ini disampaikan pada saat proses khitbah agar diketahui kekurangan masing-masing pihak dan tidak ada unsur penipuan dalam pernikahan.

 

KETUJUH : Berasal dari lingkungan yang mulia, Al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari hadits Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia seperti barang tambang emas dan perak. Yang terbaik dari mereka pada masa jahiliyah adalah yang terbaik pula pada masa Islam apabila mereka berilmu.”

 

Lingkungan kadang berpengaruh besar terhadap akhlak seseorang, maka pilihlah calon suami yang memiliki pergaulan yang syar’i, bukan laki-laki yang suka nongkrong di pinggir jalan atau laki-laki yang gemar berpesta serta suka bergaul dengan sembarang orang, namun carilah seorang calon suami yang gemar menghadiri ta’lim-ta’lim yang mengajarkan Islam yang syar’i dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dari pergaulan yang mulia ini diharapkan mampu muncul sosok yang bersih dan jauh dari bisikan-bisian maksiyat.

 

Demikianlah wahai ukhti fillah, termasuk beberapa kriteria seorang lelaki idaman, dan penulis telah banyak bertemu dengan ikhwan-ikhwan yang memenuhi semua criteria di atas, jadi bagi ukhti fillah yang sudah siap menikah tidak susah untuk mendapatkan calon pendamping idaman, banyak ikhwan yang berakhlak mulia siap untuk mendampingimu, (afwan penulis tidak membuka kontak jodoh), namun rumah tangga yang sakinah tidak bisa dibeli dengan harta yang berlimpah atau dengan wajah bak bintang film laga, bisa jadi mereka yang bercelana “cingkrang” walau tidak kebanjiran, atau mereka yang berjenggot tipis walau tidak berhidung mancung seperti orang arab (maklum ras asia), atau juga mereka yang berbaju gamis dan suka menundukkan pandangan saat berjalan di tempat umum (walau kadang sering tidak sengaja nabrak rambu-rambu jalan) adalah calon suami yang engkau cari… Mau?

 

Oleh Andi Abu Hudzaifah Najwa

 

Hukum Memotong Kuku Di Hari Jum’at 23 Juli 2011

Posted by jihadsabili in adaB, fiqih.
add a comment

Hukum Memotong Kuku Di Hari Jum’at

Memotong kuku hukumnya sunnah, tidak wajib. Dan yang dihilangkan adalah kuku yang tumbuh melebihi ujung jari, karena kotoran dapat tersimpan/tersembunyi di bawahnya dan juga dapat menghalangi sampainya air wudhu. Disenangi untuk melakukannya dari kuku jari jemari kedua tangan, baru kemudian kuku pada jari-jemari kedua kaki. Tidak ada dalil yang shahih yang dapat menjadi sandaran dalam penetapan kuku jari mana yang terlebih dahulu dipotong.

Ibnu Daqiqil Ied rahimahullahu berkata, “Orang yang mengatakan sunnahnya mendahulukan jari tangan daripada jari kaki ketika memotong kuku perlu mendatangkan dalil, karena kemutlakan dalil anjuran memotong (tanpa ada perincian mana yang didahulukan) menolak hal tersebut.”

Namun mendahulukan bagian yang kanan dari jemari tangan dan kaki ada asalnya, yaitu hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi memulai dari bagian kanan. (Lihat Fathul Bari 10/425, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/241, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmu Taqlimul Azhfar)

Tidak ada dalil yang shahih tentang penentuan hari tertentu untuk memotong kuku, seperti hadits:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْتَحِبُّ أَنْ يَأْخُذَ
مِنْ أَظْفَارِهِ وَشَارِبِهِ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi memotong kuku dan kumisnya pada hari Jum’at.”

Hadits ini merupakan salah satu riwayat mursal dari Abu Ja’far Al-Baqir, sementara hadits mursal termasuk hadits dhaif. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Dengan demikian memotong kuku dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan. Al-Hafizh rahimahullahu menyatakan melakukannya pada setiap hari Jum’at tidaklah terlarang, karena bersungguh-sungguh membersihkan diri pada hari tersebut merupakan perkara yang disyariatkan. (Fathul Bari, 10/425)

Akan tetapi kuku-kuku tersebut jangan dibiarkan tumbuh lebih dari 40 hari karena hal itu dilarang, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ
الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمِ
اْلأَظْفَارِ وَنَتْفِ
اْلإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ
أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ
مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

“Ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan, agar kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 598)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata:
“Pendapat yang terpilih adalah ditetapkan waktu 40 hari sebagaimana waktu yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak boleh dilampaui. Dan tidaklah teranggap menyelisihi sunnah bagi orang yang membiarkan kuku/rambut ketiak dan kemaluannya panjang (tidak dipotong/dicukur) sampai akhir dari waktu yang ditetapkan.” (Nailul Authar, 1/163)

Adapun Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan, “Makna hadits di atas adalah tidak boleh meninggalkan perbuatan yang disebutkan melebihi 40 hari. Bukan maksudnya Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam menetapkan waktu untuk mereka agar membiarkan kuku, rambut ketiak dan rambut kemaluan tumbuh selama 40 hari.” (Al-Minhaj 3/140, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 1/340)

Dalam memotong kuku boleh meminta orang lain untuk melakukannya, karena hal ini tidaklah melanggar kehormatan diri. Terlebih lagi bila seseorang tidak bisa memotong kuku kanannya dengan baik karena kebanyakan orang tidak dapat menggunakan tangan kirinya dengan baik untuk memotong kuku, sehingga lebih utama baginya meminta orang lain melakukannya agar tidak melukai dan menyakiti tangannya. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib, 1/243)

Faidah:

Apakah bekas potongan kuku itu dibuang begitu saja atau dipendam? Al-Hafizh rahimahullahu menyatakan bahwa Al-Imam Ahmad rahimahullahu pernah ditanya tentang hal ini, “Seseorang memotong rambut dan kuku-kukunya, apakah rambut dan kuku-kuku tersebut dipendam atau dibuang begitu saja?”
Beliau menjawab, “Dipendam.” Ditanyakan lagi, “Apakah sampai kepadamu dalil tentang hal ini?” Al-Imam Ahmad rahimahullahu menjawab, “Ibnu ‘Umar memendamnya.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari hadits Wa`il bin Hujr disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memendam rambut dan kuku-kuku. Alasannya, kata Al-Imam Ahmad rahimahullahu, “Agar tidak menjadi permainan tukang sihir dari kalangan anak Adam (dijadikan sarana untuk menyihir, pent.).” Al-Hafizh rahimahullahu juga berkata, “Orang-orang yang berada dalam madzhab kami (madzhab Asy-Syafi’i, pent.) menyenangi memendam rambut dan kuku (karena rontok atau sengaja dipotong, pent.) karena rambut dan kuku tersebut merupakan bagian dari manusia. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 10/425)

Sumber: Majalah Asy Syariah Vol.III/No.31/1428 H/2007M hal. 55-56.

Tatacara Menghilangkan Rambut Kemaluan dan Ketiak Berdasarkan Sunnah Nabi 23 Juli 2011

Posted by jihadsabili in adaB, fiqih.
add a comment

Tatacara Menghilangkan Rambut Kemaluan dan Ketiak Berdasarkan Sunnah Nabi

ISTIHDAD adalah mencukur rambut kemaluan. Perbuatan ini diistilahkan istihdad karena mencukurnya dengan menggunakan hadid yaitu pisau cukur. (Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab fil Madzi wa Ghairihi)

Dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari, hadits ‘Aisyah dan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, istihdad ini disebutkan dengan lafadz: حَلْقُ الْعَانَةِ
(mencukur ‘anah). Pengertian ‘anah adalah rambut yang tumbuh di atas kemaluan dan sekitarnya.

Istihdad hukumnya sunnah. Tujuannya adalah untuk kebersihan. Dan istihdad ini juga disyariatkan bagi wanita, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits:

أَمْهِلُوْا حَتَّى تَدْخُلُوا
لَيْلاً – أَيْ عِشَاءً –
لِكَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ

“ Pelan-pelanlah, jangan tergesa-gesa (untuk masuk ke rumah kalian) hingga kalian masuk di waktu malam –yakni waktu Isya’– agar para istri yang ditinggalkan sempat menyisir rambutnya yang acak-acakan/kusut dan sempat beristihdad (mencukur rambut kemaluan). ” (HR. Al-Bukhari no. 5245 dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

إِذَا دَخَلْتَ لَيْلاً فَلاَ
تَدْخُلْ عَلَى أَهْلِكَ
حَتَّى تَسْتَحِدَّ
الْمُغِيْبَةُ وتَمْتَشِطَ
الشَّعِثَةُ

“ Apabila engkau telah masuk ke negerimu (sepulang dari bepergian/safar) maka janganlah engkau masuk menemui istrimu hingga ia sempat beristihdad dan menyisir rambutnya yang acak-acakan/kusut. ” (HR. Al-Bukhari no. 5246)

Yang utama rambut kemaluan tersebut dicukur sampai habis tanpa menyisakannya. Dan dibolehkan mengguntingnya dengan alat gunting, dicabut, atau bisa juga dihilangkan dengan obat perontok rambut, karena yang menjadi tujuan adalah diperolehnya kebersihan. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/239, Al-Majmu ’ Syarhul Muhadzdzab 1/342, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmul Istihdad)

Al-Imam Ahmad rahimahullahu ketika ditanya tentang boleh tidaknya menggunakan gunting untuk menghilangkan rambut kemaluan, beliau menjawab, “Aku berharap hal itu dibolehkan.” Namun ketika ditanya apakah boleh mencabutnya, beliau balik bertanya, “Apakah ada orang yang kuat menanggung sakitnya?”

Abu Bakar ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata, “Rambut kemaluan ini merupakan rambut yang lebih utama untuk dihilangkan karena tebal, banyak dan kotoran bisa melekat padanya. Beda halnya dengan rambut ketiak.”

Waktu yang disenangi untuk melakukan istihdad adalah sesuai kebutuhan dengan melihat panjang pendeknya rambut yang ada di kemaluan tersebut. Kalau sudah panjang tentunya harus segera dipotong/dicukur. (Al-Minhaj 3/140, Fathul Bari 10/422, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmul Istihdad)

Pendapat yang masyhur dari jumhur ulama menyatakan yang dicukur adalah rambut yang tumbuh di sekitar zakar laki-laki dan kemaluan wanita. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/239)

Adapun rambut yang tumbuh di sekitar dubur, terjadi perselisihan pendapat tentang boleh tidaknya mencukurnya. Ibnul ‘Arabi rahimahullahu mengatakan bahwa tidak disyariatkan mencukurnya, demikian pula yang dikatakan Al-Fakihi dalam Syarhul ‘Umdah. Namun tidak ada dalil yang menjadi sandaran bagi mereka yang melarang mencukur rambut yang tumbuh di dubur ini.

Adapun Abu Syamah berpendapat, “Disunnahkan menghilangkan rambut dari qubul dan dubur. Bahkan menghilangkan rambut dari dubur lebih utama karena dikhawatirkan di rambut tersebut ada sesuatu dari kotoran yang menempel, sehingga tidak dapat dihilangkan oleh orang yang beristinja (cebok) kecuali dengan air dan tidak dapat dihilangkan dengan istijmar (bersuci dari najis dengan menggunakan batu).” Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menguatkan pendapat Abu Syamah ini. (Fathul Bari, 10/422)

Mencukur rambut kemaluan ini tidak boleh bahkan haram dilakukan oleh orang lain, terkecuali orang yang dibolehkan menyentuh dan memandang kemaluannya seperti suami dan istri. (Al-Majmu ’ Syarhul Muhadzdzab 1/342, Fathul Bari 10/423)

MENCABUT RAMBUT KETIAK

Mencabut rambut ketiak disepakati hukumnya sunnah dan disenangi memulainya dari ketiak yang kanan, dan bisa dilakukan sendiri atau meminta kepada orang lain untuk melakukannya. Afdhal-nya rambut ini dicabut, tentunya bagi yang kuat menanggung rasa sakit. Namun bila terpaksa mencukurnya atau menghilangkannya dengan obatperontok maka tujuannya sudah terpenuhi. Ibnu Abi Hatim dalam bukunya Manaqib Asy-Syafi’i meriwayatkan dari Yunus bin ‘Abdil A’la, ia berkata, “Aku masuk menemui Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dan ketika itu ada seseorang yang sedang mencukur rambut ketiaknya. Beliau berkata, ‘Aku tahu bahwa yang sunnah adalah mencabutnya, akan tetapi aku tidak kuat menanggung rasa sakitnya ’.” (Al-Minhaj 3/140, Al- Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 1/341, Fathul Bari 10/423, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/244)

Harb berkata, “Aku katakan kepada Ishaq: ‘Mencabut rambut ketiak lebih engkau sukai ataukah menghilangkannya dengan obat perontok ?’ Ishaq menjawab, ‘Mencabutnya, bila memang seseorang mampu ’.” (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmu Natful Ibthi)

Sumber: Majalah Asy Syariah Vol.III/No.31/1428 H/2007M, hal. 54-55.

TERAPI RASULULLAH MENYEMBUHKAN PENYAKIT CINTA [1] 23 Juli 2011

Posted by jihadsabili in cinta.
add a comment

TERAPI RASULULLAH MENYEMBUHKAN PENYAKIT CINTA [1]

MUKADIMAH
Virus hati yang bernama al isyq (cinta), ternyata telah memakan banyak korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja nekad bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya ? Mari kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnul Qayyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad.
___________________________

Beliau berkata, ”Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus. Disebabkan berbeda dengan jenis penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.”

Allah mengisahkan penyakit ini dalam Al Qur’an tentang dua tipe manusia. Pertama, wanita dan kedua, kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan).

Allah mengisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al Aziz (gubernur Mesir) yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa kaum Luth. Allah mengisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth.

وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)

Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” Mereka berkata, “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata, “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).” (Allah berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” [Al Hijr : 67-72]

KEBOHONGAN KISAH CINTA NABI DENGAN ZAINAB BINTI JAHSY
Ada sekelompok orang yang tidak mengetahui cara menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya. Beranggapan, bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit ini. Konon, sebabnya ialah tatkala Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Zainab binti Jahsy, seraya berkata kagum, ”Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati.” Sejak itu Zainab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah, ”Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:

تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya,”Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. [Al Ahzab:37] [2]

Sebagian orang beranggapan, ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi. Bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi, karena kejahilannya terhadap Al Quran dan kedudukan para rasul. Hingga memaksakan kandungan ayat dngan apa yang tidak layak dikandungnya. Menisbatkan perbuatan Rasulullah, yang seolah Allah menjauh dari diri Beliau

Padahal kisah sebenarnya, bahwasannya Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid Ibn Haritsah (bekas budak Rasulullah) yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid Ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh sebab, itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya. Maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang Zainab. Sementara Beliau pun tahu, bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang-orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dirinya. Rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut. Sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya. Sebab Allahlah yang seharusnya ditakuti. Jangan sampai Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia. Setelah itu Allah memberitahukan, bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya. Agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai bolehnya menikahi bekas istri anak angkat. Adapun menikahi bekas istri anak kandung, maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah.

وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [An Nisa’ : 23].

Allah berfirman dalam surat lain.

مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu [Al Ahzab : 40].

Allah berfirman di pangkal surat ini.

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ

Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. [Al Ahzab : 4].

Perhatikanlah bagaimana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahit taufiq.

Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya. Namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi , yakni cinta kepada Rabbnya.

Dalam hadis shahih.

وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنَ النَّاسِ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ

Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi, maka aku akan menjdikan Abu Bakr (sebagai kekasih).[3]

KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL ISYQ
Penyakit al isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam.

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.….[Yusuf : 24].

Nyatalah bahwa ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini dengan berbagai dampak negatifnya, berupa perbuatan jelek dan keji. Artinya, memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana yang menjurus ke arah itu.

Berkata ulama Salaf, “Penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai ibu Nabi Musa.

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. ([Al Qasas : 11].

Yakni kosong dari segala sesuatu, kecuali Musa; karena sangat cintanya kepada Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.

BAGAIMANA VIRUS INI BISA BERJANGKIT ?
Penyakit al isyq terjadi karena dua sebab. Pertama, karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua, perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tak ada, niscaya virus tidak akan berjangkit -walaupun penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya. Namun solusi yang diberikan belum mengena.

MAKHLUK DICIPTAKAN SALING MENCARI YANG SESUAI DENGANNYA
Berkata Ibn Al Qayyim, ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya. Secara fitrah saling tertarik dengan jenisnya, dan sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya.

Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh, menyebabkan adanya keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah tegaknya urusan manusia. Allah befirman,

:”هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. [Al A’raf : 189].

Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tenteram dan senang seorang lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa. Tidak pula karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keinginan, ataupun kesamaan bentuk dan dalam mendapat petunjuk. Pun demikian tidak dipungkiri, bahwa hal-hal ini merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta.

Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadits.

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih. [4]

Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan, bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke Madinah, ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama sepertinya. Yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan hadits ini.

Karena itulah syariat Allah menghukumi sesuatu menurut jenisnya. Mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan berbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain, maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya.

Penerapan kaidah ini tidak saja berlaku di dunia. Lebih dari itu akan diterapkan pula di akhirat. Allah berfirman.

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ

(kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah. [Ash Shaffat : 22].

Umar Ibn Khatab dan setelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran “azwajahum” yakni yang sesuai dan mirip dengannya.

Allah juga berfirman.

وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ

dan apabila jiwa (ruh-ruh) dipertemukan. [At Takwir : 7].

Yakni setiap orang akan digiring beserta dengan orang-orang yang sama perilakunya. Allah akan menggiring sesama orang-orang yang saling mencintai karenaNya ke dalam surga, dan orang–orang yang saling berkasih-kasihan di atas jalan syetan digiring ke neraka Jahim. Mau tidak mau, maka setiap orang akan digiring dengan siapa yang dicintainya. Di dalam Mustadrak Al Isyq Hakim disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum, kecuali akan digiring bersama mereka kelak.”[5]

CINTA DAN JENIS-JENISNYA
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan. Yang tertinggi dan paling mulia ialah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di dalam agama Allah). Yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang dicintai Allah, dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya. Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, madzhab, ideologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.

Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya karena ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya; baik karena kedudukan, harta, pengajaran dan bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal seperti tadi -yaitu al mahabbah al ‘ardiyah- akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin didapatkan dari orang yang dicintainya. Yakinlah, bahwa orang yang mencintaimu karena sesuatu, akan meninggalkanmu ketika telah mendapat apa yang diinginkan darimu.

Adapun cinta lainnya yaitu cinta karena adanya kesamaan dan kesesuaian antara yang menyinta dan yang dicinta. Mahabbah al isyq termasuk cinta jenis ini. Tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang menghilangkannya. Cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa. Oleh karena itu tidak terdapat pengaruh yang begitu besar baik berupa rasa was-was, hati yang gundah gulana maupun kehancuran kecuali pada cinta jenis ini.

Timbul pertanyaan, bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan ruh, tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan kebanyakan cinta seperti ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasmaran saja? Jika cinta ini perpaduan antara jiwa dan ruh, maka tentulah cinta itu akan terjadi antara kedua belah pihak dan bukan sepihak saja?

Jawabnya ialah, bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat tertentu. Atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara keduanya. Hal ini disebabkan tiga factor. Pertama, bahwa cinta ini sebatas cinta karena adanya kepentingan. Oleh karena itu tidak mesti keduanya saling mencintai. Terkadang yang dicintai justru lari darinya. Kedua, adanya penghalang sehingga seseorang tidak dapat mencintai orang yang dicintanya, baik karena adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya. Ketiga, adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.

Jika penghalang ini dapat disingkirkan, maka akan terjalin benang-benang cinta antara keduanya. Kalau bukan karena kesombongan, hasad, cinta kekuasaan dan permusuhan dari orang-orang kafir, niscaya para rasul-rasul akan menjadi orang yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada diri, keluarga dan harta.

TERAPI PENYAKIT AL ISYQ
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut ialah sebagai berikut,

Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *

Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).

Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti.

Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. [An Nisa : 28].

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini..

Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh.

Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.

Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal.

Pertama : Karena takut (kepada Allah). Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiranmu menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

Kedua : Keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus. Yaitu : gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, serta bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapatkan dua hal menyakitkan ini, niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta. Dia akan bepikir, bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan kebahagiaan abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya. Sungguh, orang yang terhindar ialah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsu dapat menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang bakal diterimanya. Lebih parah lagi, dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan dan kemaslahatannya.

Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya. Hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong kuat agar dapat membenci dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan terperdaya karena kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannya kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan mengenai hatinya.

Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya. Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaranNya sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas.

PENUTUP
Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Sebelum terkena virus ini, maka lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? Tidak lain, yaitu dengan tazkiyatun nafs. Semoga pembahasan ini bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan Oleh Ahmad Ridwan Abu Fairuz Al Medani. Dari Kitab Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, Hal. 265-274.
[2]. Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa’ad dalam At Tabaqat 8/101-102, dan Al Hakim 3/23 dari jalan Muhammad Ibn Umar Al Waqidi, seorang yang matruk (ditinggalkan). Dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis; dari Muhammad Ibn Yahya Ibn Hibban, seorang yang tsiqah , namun riwayat yang diriwayatkannya dari Nabi seluruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah diterangkan oleh para ulama al muhaqqiqin. Mereka berkata, “Penukil riwayat ini dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil atas prasangka buruk mereka mengenai Rasulullah, sebenarnya tidak meletakkan kedudukan kenabian Rasulullah sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya yang disembunyikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah berita yang Allah disampaikan padanya, bahwa kelak Zainab akan menjadi istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang, bahwa Beliau tega menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin membatalkan tradisi jahiliyyah ini dalam masalah adopsi. Yaitu dengan menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya.Peristiwa yang terjadi dengan Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati mereka.. Lihat Ahkam Al Quran 3/1530,1532, Karya Ibn Arabi dan Fathul Bari8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma’ani 22/24-25.
[3]. Hadis diriwaytkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab Fadhail Sahabat Nabi, dari jalan Abdullah Ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam Fadhail Sahabat, Bab Keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah Ibn Masud, dan keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id Al Khudri.
[4]. Hadis Riwayat Bukhari 7/267dari hadis ‘Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul
[5]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan An Nasai dari jalan ‘Aisyah. Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak memiliki saham. Saham itu yakni: Shalat, puasa dan zakat. Tidaklah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang dapat mengangkat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). Kalau boleh aku bersumpah terhadap yang keempat dan kuharap aku tidak berdosa dalam hal ini, yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya), kecuali Allah akan memberinya pakaian penutup di hari kiamat.” Para perawi hadits ini tsiqah, kecuali Syaibah Al Khudri (di dalam Musnad di tulis keliru dengan Al Isyq Hadrami). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban. Namun ada syahidnya dari hadits Ibn Masud dari jalur Abu Ya’la, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah. Dengan kedua jalan ini, maka hadits ini menjadi shahih.

Tipe Wanita yang Disunnahkan untuk Dilamar 23 Juli 2011

Posted by jihadsabili in jodoh, munakahat.
add a comment

Dalam melamar, seorang muslim dianjurkan untuk memperhatikan beberapa sifat yang ada pada wanita yang akan dilamar, diantaranya:

  1. Wanita itu disunahkan seorang yang penuh cinta kasih. Maksudnya ia harus selalu menjaga kecintaan terhadap suaminya, sementara sang suami pun memiliki kecenderungan dan rasa cinta kepadanya.

    Selain itu, ia juga harus berusaha menjaga keridhaan suaminya, mengerjakan apa yang disukai suaminya, menjadikan suaminya merasa tentram hidup dengannya, senang berbincang dan berbagi kasih sayang dengannya. Dan hal itu jelas sejalan dengan firman Allah Ta’ala,

    Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia jadikan di antara kalian rasa kasih dan saying. (ar-Ruum:21).

  2. Disunahkan pula agar wanita yang dilamar itu seorang yang banyak memberikan keturunan, karena ketenangan, kebahagiaan dan keharmonisan keluarga akan terwujud dengan lahirnya anak-anak yang menjadi harapan setiap pasangan suami-istri.

    Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman,
    Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’. (al-Furqan:74).

    Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
    Menikahlah dengan wanita-wanita yang penuh cinta dan yang banyak melahirkan keturunan. Karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat kelak. Demikian hadist yang diriwayatkan Abu Daud, Nasa’I, al-Hakim, dan ia mengatakan, Hadits tersebut sanadnya shahih.

  3. Hendaknya wanita yang akan dinikahi itu seorang yang masih gadis dan masih muda. Hal itu sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahihain dan juga kiab-kitab lainnya dari hadits Jabir, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepadanya,

    Apakah kamu menikahi seorang gadis atau janda? dia menjawab,”Seorang janda.”Lalu beliau bersabda, Mengapa kamu tidak menikahi seorang gadis yang kamu dapat bercumbu dengannya dan ia pun dapat mencumbuimu?.

    Karena seorang gadis akan mengantarkan pada tujian pernikahan. Selain itu seorang gadis juga akan lebih menyenangkan dan membahagiakan, lebih menarik untuk dinikmati akan berperilaku lebih menyenangkan, lebih indah dan lebih menarik untuk dipandang, lebih lembut untuk disentuh dan lebih mudah bagi suaminya untuk membentuk dan membimbing akhlaknya.

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri telah bersabda,

    Hendaklah kalian menikahi wanita-wanita muda, karena mereka mempunyai mulut yang lebih segar, mempunyai rahim yang lebih subur dan mempunyai cumbuan yang lebih menghangatkan.

    Demikian hadits yang diriwayatkan asy-Syirazi, dari Basyrah bin Ashim dari ayahnya, dari kakeknya. Dalam kitab Shahih al_Jami’ ash_Shaghir, al-Albani mengatakan, “Hadits ini shahih.”

  4. Dianjurkan untuk tidak menikahi wanita yang masih termasuk keluarga dekat, karena Imam Syafi’I pernah mengatakan, “Jika seseorang menikahi wanita dari kalangan keluarganya sendiri, maka kemungkinan besar anaknnya mempunyai daya piker yang lemah.”
  5. Disunahkan bagi seorang muslim untuk menikahi wanita yang mempunyai silsilah keturunan yang jelas dan terhormat, karena hal itu akan berpengaruh pada dirinya dan juga anak keturunannnya. Berkenaan dengan hal tersebut, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

    Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscahya kamu beruntung. (HR. Bukhari, Muslim dan juga yang lainnya).

  6. Hendaknya wanita yang akan dinikahi itu taat beragama dan berakhlak mulia. Karena ketaatan menjalankan agama dan akhlaknya yang mulia akan menjadikannya pembantu bagi suaminya dalam menjalankan agamanya, sekaligus akan menjadi pendidik yang baik bagi anak-anaknya, akan dapat bergaul dengan keluarga suaminya.

    Selain itu ia juga akan senantiasa mentaati suaminya jika ia akan menyuruh, ridha dan lapang dada jika suaminya memberi, serta menyenangkan suaminya berhubungan atau melihatnnya. Wanita yang demikian adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala,

    “Sebab itu, maka wanita-wanita yang shahih adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminyatidak berada di tempat, oleh karena Allah telah memelihara mereka”. (an-Nisa:34).

    Sedangkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
    “Dunia ini adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatannya adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim, Nasa’I dan Ibnu Majah).

  7. Selain itu, hendaklah wanita yang akan dinikahi adalah seorang yang cantik, karena kecantikan akan menjadi dambaan setiap insan dan selalu diinginkan oleh setiap orang yang akan menikah, dan kecantikan itu pula yang akan membantu menjaga kesucian dan kehormatan. Dan hal itu telah disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits tentang hal-hal yang disukai dari kaum wanita.

    Kecantikan itu bersifat relatif. Setiap orang mempunyai gambaran tersendiri tentang kecantikan ini sesuai dengan selera dan keinginannya. Sebagian orang ada yang melihat bahwa kecantikan itu terletak pada wanita yang pendek, sementara sebagian yang lain memandang ada pada wanita yang tinggi.

    Sedangkan sebagian lainnya memandang kecantikan terletak pada warna kulit, baik coklat, putih, kuning dan sebagainya. Sebagian lain memandang bahwa kecantikan itu terletak pada keindahan suara dan kelembutan ucapannya.

Demikianlah, yang jelas disunahkan bagi setiap orang untuk menikahi wanita yang ia anggap cantik sehingga ia tidak tertarik dan tergoda pada wanita lain, sehingga tercapailah tujuan pernikahan, yaitu kesucian dan kehormatan bagi tiap-tiap pasangan.

 

——–
Sumber: Fikih Keluarga, Syaikh Hasan Ayyub, Cetekan Pertama, Mei 2001, Pustaka Al-kautsar

akhirnya ku menemukan mu 22 Juli 2011

Posted by jihadsabili in jodoh.
add a comment

akhirnya ku menemukan mu

Ku mengenalmu lewat Jiwa, bukan lewat Mata

aku menulis Nama-mu di Hatiku

aku memohon petunjuk kepada Rabb,

Ku yakin Rabb memberikan jawabanku dengan cara-Nya, kehendak-Nya serta Ilmu-Nya

Ku hanya bisa bersabar dan terus bersabar dalam penantian

Satu persatu sinyal demi sinyal yang muncul dalam hatiku kukumpulkan

Hingga akhirnya ku yakin Alloh bekerja sesuai dengan prasangka hamba-Nya

Ku hanya bisa memohon dan terus berikhtiar agar Rabb mengirimkan seseorang yang terbaik untukku dan terbaik pula menurut pandangan Alloh SWT

Hingga akhirnya..

Rasa itu hadir

Rasa itu tumbuh

Rasa itu adalah kamu ….. …. …..

Aku hanya bisa bersyukur dan terus bersyukur kepada Alloh

Alloh menjawab doa-doa yang kupanjatkan selama ini di kala hatiku galau

Kini semua-Nya kukembalikan kembali jawaban tersebut kepada Alloh

Aku ingin menjalankannya semua ini dengan syar’i serta diridhoi olehmu ya Alloh

Ku hanya berharap agar hamba diberikan ketetapan hati selalu hingga akhirnya waktu yang dinantikan itupun tiba

Ku hanya bisa berdoa dan berharap agar rasa ini selalu tumbuh dan hinggap menemani nafas-nafasku selama dunia memainkan durasinya hingga akhirnya ragaku pun terhenti…

Amin ya Rabb..

Betapa besar nikmat Karunia-Mu

Kau kirimkan padaku malaikat untuk menemani hari-hariku dalam episode kehidupanku

Terima kasih ya Alloh…Mudahkanlah segala sesuatu-Nya ini

Hingga kelak Ikrar itu pun melafadzkan irama dalam tautan kesaksian dihadapan-Mu

Amin..Amin ya Rabbal’ alamin..

*****
Catatan : Wildanita Abbas
Artikel : mediasalafi.com

20 Cara Membahagiakan Suami Anda 22 Juli 2011

Posted by jihadsabili in keluarga, munakahat, tips.
add a comment

20 Cara Membahagiakan Suami Anda

Tidak lengkap rasanya jika ada 20 cara membahagiakan istri Anda, tidak ada 20 cara membahagiakan suami Anda. Berikut masih dalam buku yang sama, “Nasihat Indah Untuk Suami Istri”, karya Syekh Umar Bakri Muhammad, bagaimana para istri memikat suami mereka. Semoga bermanfaat!

1.Anda adalah sekuntum mawar yang sedang bersinar di rumah Anda. Buatlah disaat suami Anda  masuk ke rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.

2.Bagaimana caranya agar suami Anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun dengan kata-kata ? Hal itulah yang secara terus menerus Anda selalu usahakan untuk suami Anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.

3.Sopan dan penuh perhatianlah Anda ketika berbincang-bincang  dan berdiskusi, jauhkanlah perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat Anda.

4.Pahami  kebenaran dan keindahan prinsip-prinsip Islam di balik kelebihan sang suami terhadap Anda selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzolim (penindasan).

5.Lembutkanlah suara Anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara Anda tidak meninggi pada saat dia bersama Anda.

6.Pastikan Anda bangun pada malam hari untuk melakukan sholat malam secara rutin, hal ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan Anda, sungguh mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan pada hati Anda.

7.Bersikaplah diam ketika suami Anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.

8.Berdirilah dekat suami Anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.

9.Buatlah suami Anda merasa bahwa Anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang Anda pilih buat dia, pilihlah pakaian itu oleh Anda sendiri.

10.Anda harus sensitif dan memahami kebutuhan suami Anda, untuk menjadikan pernikahan Anda menjadi yang terbaik tanpa menghabiskan waktu Anda.

11.Ketika ada perselisihan pendapat, hendaknya Anda tidak menunggu agar sang suami meminta ma’af kepada Anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan Anda) kecuali kalau suami Anda secara sadar mengakuinya.

12.Rawatlah penampilan dan pakaian suami Anda, biarpun kelihatannya suami Anda malas untuk merawat dan memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya juga akan menyukainya.

13.Hendaknya Anda tidak selalu mengandalkan suami Anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan,  sekali-kali Anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat  yang tepat.

14.Di malam hari, jadilah seperti pengantin baru buat suami Anda, janganlah Anda beranjak tidur lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.

15.Janganlah menunggu atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik Anda,  banyak suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal tersebut,  atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang semestinya kepada Anda.

16.Hendaknya berbuat sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta sesuatu yang berlebihan dan mahal.

17.Ketika suami Anda baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh, sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa Anda sangat merindukan kedatangannya.

18.Ingatlah selalu bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri Anda kepada Allah SWT.

19.Pastikan Anda untuk selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan Anda, sebagai tanda dan ungkapan  kasih Anda menyambut suami tercinta.

20.Ketika sang suami meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan Anda melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati,  jangan sampai Anda merasa enggan dan lamban.

Source: Almuhajirun